Translate

Faktor Penyebab Terjadinya Miskonsepsi Kimia dari Guru/ Pendidik

Pelaksanaan kurikulum yang berbasis kompetensi saat ini memunculkan paradigma baru dalam pendidikan dimana  proses pembelajaran diharapkan tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) tetapi berpusat pada peserta didik (student centered). Peranan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Perubahan paradigma ini tidak secara drastis, tetapi peran guru sebagai pendidik yang bertugas menyampaikan ilmu tetap berlaku.

            Komunikasi verbal yang terjadi ketika seorang guru menerapkan metode ceramah dalam proses pembelajaran, memiliki kelemahan bahwa peserta didik tidak dapat secara keseluruhan menangkap materi yang disampaikan guru. Hal ini karena komunikasi verbal memiliki banyak kelemahan, diantaranya persepsi guru dengan peserta didik yang berbeda karena masing-masing memiliki dunia dan bahasa yang berbeda, pengalaman dan pengetahuan yang berbeda pula (Carter, dkk, 1989: 224).

Hasil penelitian yang dilakukan Garrett & Jimenez (1994: 199) menunjukkan salah satu penyebab peserta didik sulit menangkap pelajaran, yaitu disebabkan bahasa yang digunakan guru dalam mengajar membingungkan, sehingga peserta didik kesulitan menghubungkan antar konsep yang diterimanya. Penelitian tentang pentingnya kualitas komunikasi di kelas dan peranan bahasa dalam pembelajaran sains dilakukan oleh Lynch (1989: 37). Hasilnya menunjukkan bahwa semua yang diucapkan guru di depan kelas belum tentu dapat dipahami peserta didik. Hal ini diantaranya disebabkan dalam sains (termasuk kimia) terlalu banyak berisi kata-kata yang bersifat teknis dan hubungan logis, perbedaan bahasa yang digunakan guru dan peserta didik, beragamnya bahasa yang digunakan peserta didik yang tidak dipahami guru, kebingungan guru dalam menggunakan kata penghubung yang bersifat logis, dan ragam bentuk bunyi, makna, struktur, dan konteks kata yang dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik bahasa yang digunakan.

Berdasarkan paparan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat dipahami bahwa guru dapat menjadi sumber terjadinya miskonsepsi pada diri peserta didik. Seperti diketahui bahwa berdasarkan aliran konstruktivisme, seorang peserta didik akan berusaha mengontruksi ulang atau mencoba melakukan penyelarasan konsep yang dimiliki dengan konsep yang baru diterima. Jika penangkapan terhadap konsep yang disampaikan guru oleh peserta didik ternyata salah (bukan karena guru yang salah konsep), maka akan terjadi konstruksi konsep baru yang salah atau miskonsepsi. Miskonsepsi ini akan jauh lebih parah jika ternyata konstruksi kognitif awal  peserta didik tentang konsep tersebut memang sudah salah.

Miskonsepsi dapat pula terjadi ketika guru menyampaikan konsep salah dan peserta didik mengontruksi ulang konsep yang dimilikinya yang sebenarnya sudah benar, atau sebaliknya guru sudah menyampaikan konsep dengan benar, tetapi peserta didik tidak mengontruksi ulang konsep yang dimilikinya yang sebenarnya salah. Jika kedua hal ini terjadi, maka ini disebut school made misconception, yaitu miskonsepsi yang disebabkan sekolah yang dibuat oleh peserta didik sendiri. Oleh karena itu sangat penting bagi guru, meskipun saat ini ia hanya diposisikan sebagai fasilitator dan motivator, untuk tetap dapat melakukan pengecekan atau deteksi terhadap kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Lebih penting lagi, seorang guru perlu lebih berhati-hati dan berusaha menguasai konsep dengan baik dan benar agar dalam penyampaiannya tidak salah yang dapat berakibat miskonsepsi pada diri anak didiknya.

            Contoh miskonsepsi yang disebabkan guru salah dalam menyampaikan materi adalah ketika guru menjelaskan perhitungan konstanta kesetimbangan (Kc), yaitu perbandingan konsentrasi zat produk dibagi zat reaktan. Jika ketika menjelaskan guru memberikan contoh reaksi kesetimbangan terjadi pada volum 1 L dan ketika memasukkan dalam rumus konsentrasi (mol/L) harga 1 L tidak dituliskan, karena menganggap tidak berpengaruh pada perhitungan, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Bisa jadi konstruksi kognitif peserta didik berubah, yaitu konsentrasi yang dimaksud hanyalah mol.   

            Contoh lain miskonsepsi yang disebabkan kesalahan peserta didik meskipun guru sudah menyampaikan konsep dengan benar adalah ketika guru menjelaskan pergeseran kesetimbangan yang disebabkan oleh suhu. Peserta didik menghubungkan penjelasan guru dengan harga Kc, maka jika peserta didik salah dalam mengontruksi akan mendapatkan konsep baru hasil konstruksi yang salah pula, yaitu anggapan bahwa  harga Kc dapat berubah ketika suhu berubah.

Penjelasan guru yang terlalu cepat dan kurang mendalam juga dapat memicu terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Hal ini disebabkan terkadang dalam benak guru menganggap bahwa suatu materi sangat mudah dipahami dan tidak memerlukan penjelasan yang mendalam, dengan harapan peserta didik membaca sendiri penjelasan lengkap konsep yang dimaksud dari buku. Pada kenyataannya, tidak semua anggapan guru tersebut benar, karena sebagian peserta didik hanya mengandalkan penjelasan guru dan baru membaca buku ketika akan menghadapi ujian. Akibatnya penjelasan yang tidak lengkap dari guru tadi memunculkan miskonsepsi yang tidak disadari, baik oleh guru maupun peserta didik itu sendiri.

Sebagai contoh, guru menjelaskan bagaimana memasukkan data mol dari zat-zat dalam reaksi kesetimbangan dan menentukan mol dari zat-zat yang belum diketahui. Guru beranggapan peserta didik sudah mengetahui bahwa menentukan mol dari zat-zat yang belum diketahui dilakukan dengan melihat perbandingan angka koefisien seperti yang biasa dilakukan dalam perhitungan stoikiometri yang berkaitan dengan persamaan reaksi, sehingga guru merasa tidak perlu memberitahukan hal itu. Anggapan seperti ini dapat berakibat fatal, karena peserta didik tidak memperoleh penjelasan lengkap materi tersebut.

Contoh lainnya, ketika guru memberikan contoh tes-tes perhitungan kesetimbangan kimia dimana data yang diberikan selalu dalam bentuk mol dan tidak pernah dalam bentuk massa atau volum. Peserta didik yang tidak ingat lagi tentang peta konsep stoikiometri yang diajarkan di kelas sebelumnya, kemungkinan akan mengerjakan tes dengan cara salah, yaitu langsung memasukkan data massa atau volum tanpa mengubah terlebih dahulu menjadi mol.

Penelitian yang dilakukan Lynch (1989: 33-41) menunjukkan adanya miskonsepsi pada peserta didik yang disebabkan kesalahan dalam komunikasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa miskonsepsi terjadi karena guru menjelaskan dengan bahasanya sendiri tanpa peduli peserta didik mengerti atau menangkap isi dari penjelasannya atau tidak, guru mendominasi pembicaraan di kelas tanpa berusaha menggunakan kata penghubung yang bersifat logis, ragam bentuk bunyi, makna, struktur, dan konteks kata. Akibatnya peserta didik berusaha menghubungkan sendiri istilah-istilah yang digunakan guru dengan mengasosiasikan hal-hal yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, guru menjelaskan susu sebagai suatu protein yang tersuspensi, tetapi karena penjelasan ini tidak dimengerti dan guru terus berbicara tanpa memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya, maka peserta didik berusaha memahami dengan mengasosiasikan susu sebagai suatu larutan yang ditempatkan dalam botol untuk pembuatan keju dan dapat menjadi asam dan inilah yang disebut protein tersuspensi.

Berdasarkan hal tersebut, seorang guru sangat mungkin menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta didik, terutama peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif menengah ke bawah. Penyebab khusus yang mungkin menjadikan peserta didik mengalami miskonsepsi yang bersumber dari guru menurut Paul Suparno (2005: 53) adalah:

a)   guru tidak menguasai bahan/materi secara baik, utuh, dan benar (tidak memiliki kompetensi profesional dan pedagogik);

b)   guru tidak berlatar belakang sarjana bidang ilmu yang diajarkan, misal sarjana pendidikan matematika tetapi mengajar kimia;

c)   jarang melakukan aktivitas pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik mengemukakan gagasan/ide, sehingga tidak dapat mendeteksi terjadinya miskonsepsi secara dini; dan

d)  hubungan guru dengan peserta didik tidak terjalin baik, sehingga ketika peserta didik mengalami kesulitan dalam pemahaman suatu konsep tidak berani bertanya.

 

Dengan demikian guru dituntut untuk senantiasa mengembangkan keprofesi-onalannya dengan selalu berusaha menjadi lebih baik dan memperluas wawasannya. Dengan kata lain guru diharapkan mampu mengembangkan kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadiannya sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat 1 PP No 19/ 2005 (Standar Nasional Pendidikan) dan Pasal 8 UU RI No 14/2005 (UU Guru dan Dosen).    

Related Post:

4 Komentar untuk "Faktor Penyebab Terjadinya Miskonsepsi Kimia dari Guru/ Pendidik"

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top