Buku ajar merupakan salah satu masukan instrumental (input) dalam sistem pembelajaran yang ikut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan instruksional, kurikulum, institusional, dan bahkan tujuan pendidikan nasional (Taya, 1990: 75). Buku ajar umumnya disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran kurikulum yang berlaku. Buku ajar berisi tentang pendekatan implementasi kurikulum yang berlaku, sehingga ada kemungkinan terdapat beberapa macam buku ajar untuk satu bidang studi tertentu (Nasution, 1982: 119-120).
Buku teks pelajaran merupakan komponen penting dari suatu kurikulum. Oleh karena itu materi yang terkandung dalam buku ajar harus sesuai dengan sistematika rincian bahan pelajaran yang tertera dalam silabus mata pelajaran yang bersangkutan (Muhammad Ansyor & Nurtain, 1991: 17). Buku teks pelajaran kimia merupakan buku yang memuat materi kimia sesuai bahan kajian kimia dan tujuan pembelajaran kimia yang tertera dalam silabus mata pelajaran kimia kurikulum yang berlaku.
Sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan buku teks pelajaran yang bermutu, maka pada penerapan kurikulum baru saat ini Kemendiknas mengeluarkan Kebijakan Standar Mutu Buku Pelajaran yang tertuang dalam Permendiknas No. 2 tahun 2008 tentang buku, termasuk buku teks pelajaran. Kebijakan ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan buku teks pelajaran yang bermutu dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun). Dengan demikian, ketika ada pergantian kurikulum yang kurang dari 5 tahun, tidak akan mempengaruhi buku ajar yang digunakan.
Menurut Bahrul Hayat (2001: 3) dalam Pedoman Sistem Penilaian Buku dikatakan bahwa:
Buku teks adalah buku teks pelajaran yang memiliki peranan dalam menentu-kan keberhasilan pendidikan peserta didik. Buku teks pelajaran juga dipandang sebagai sarana untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan. Buku teks pelajaran yang digunakan guru dan peserta didik di sekolah harus secara jelas dapat mengkomunikasikan informasi, konsep, pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dengan baik oleh guru dan peserta didik.
Banyaknya buku teks pelajaran yang beredar di pasaran dari berbagai pengarang dan penerbit tentunya memiliki perbedaan dari berbagai aspek, seperti pemaparan isi, keluasan dan kedalaman materi, tampilan, dan lain-lain sesuai dengan falsafah dan gaya mengajar dari masing-masing pengarangnya, walaupun disusun atas dasar standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pegangan dalam mengajar guru dan pedoman belajar peserta didik, maka dengan semakin banyaknya buku teks pelajaran yang beredar semakin besar kemungkinan tidak terkontrolnya kualitas buku ajar tersebut. Penilaian buku teks pelajaran tidak menjamin sepenuhnya akan kebenaran konsep yang dipaparkan dalam buku tersebut. Apalagi kenyataan menunjukkan sebagian besar guru menggunakan buku teks pelajaran bukan berdasarkan pada kualitas buku, melainkan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti sudah terbiasa dengan buku dari pengarang dan penerbit tertentu, kepraktisan dalam penggunaan, dan banyaknya tes dalam buku.
Kualitas buku teks pelajaran dapat dilihat dari berbagai segi/aspek. Menurut Taya (1990: 31):
Kualitas buku teks pelajaran dapat dilihat dari segi fisik, seperti desain grafis, ukuran kertas, dan dari segi isi, sejauh mana materi yang ada memenuhi tuntutan kurikulum yang berlaku dan kebenaran dan keutuhan materi yang ada sesuai dengan disiplin ilmunya.
Standar mutu buku pelajaran yang dimaksud oleh Pusbuk menyangkut kebenaran isi, kejelasan penyajian materi, keterurutan penyajian, ilustrasi yang jelas, tes dengan tingkat kesulitan dan konteks yang bervariasi, bahasa yang baik dan komunikatif, memunculkan cara berpikir logis, dan lain-lain. Namun kriteria buku yang berkualitas seperti yang diisyaratkan Pusbuk kurang mendapat perhatian guru ketika memilih buku ajar yang akan digunakan sebagai pedoman pembelajaran.
Buku teks pelajaran merupakan sumber belajar bagi peserta didik yang bersifat pasif, artinya peserta didik hanya berkomunikasi dengan tulisan-tulisan dan gambar-gambar dalam buku tersebut dan tidak dapat bertanya langsung jika ada kalimat yang kurang jelas dan tidak dipahami. Semua kalimat dalam buku dicoba dipahami sendiri oleh peserta didik, sehingga kadang-kadang pemaksaan pemahaman ini dapat berakibat terjadinya miskonsepsi. Oleh karena itu buku teks pelajaran juga dapat menyebarkan miskonsepsi bagi peserta didik (Paul Suparno, 2005: 44). Hal ini karena bahasa yang digunakan oleh pengarang buku untuk memaparkan suatu konsep mungkin diartikan atau ditangkap berbeda oleh peserta didik.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya miskonsepsi yang disebabkan dari buku teks pelajaran yang dibaca oleh peserta didik (Abraham, 1992: 110). Penelitian yang dilakukan Garnett & Treagust (1992: 1090) menunjukkan miskonsepsi peserta didik terhadap materi elektrokimia disebabkan oleh buku teks yang digunakan dalam belajar. Penelitian serupa dilakukan George (1989: 17) yang menyatakan sebagian besar miskonsepsi yang dimiliki peserta didik bersumber pada buku yang digunakan.
Kemajuan teknologi juga membawa dampak pada dunia perbukuan, terbukti semakin banyaknya buku yang dicetak dengan tulisan yang indah, cover yang mewah disertai gambar-gambar yang menarik. Namun sebenarnya kualitas buku tidak ditentukan oleh keindahan fisiknya, tetapi pada kebenaran dan kejelasan konsep yang dipaparkan. Desain dan gambar fullcolour yang menarik belum menjamin buku tersebut tidak mendatangkan miskonsepsi bagi pemakainya (peserta didik), sebab tulisan dan ilustrasi gambar yang tidak tepat dapat memunculkan kesalahan pemahaman peserta didik yang berujung pada terjadinya miskonsepsi.
Sebagai contoh, pada sebuah buku teks kimia SMA kelas XI dipaparkan tentang pergeseran kesetimbangan yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi salah satu zat yang terlibat dalam reaksi, perubahan tekanan atau volum, perubahan suhu, dan penambahan katalis. Padahal sebenarnya penambahan katalis tidak dapat menggeser suatu reaksi kesetimbangan. Namun karena penambahan katalis diletakkan pada paparan sub-materi tentang faktor-faktor yang dapat menggeser letak kesetimbangan, maka peserta didik menganggap penambahan katalis dapat menggeser reaksi yang telah setimbang. Hal yang benar pembahasan tentang peranan penambahan katalis dalam reaksi kesetimbangan seharusnya terpisah dari paparan tentang pergeseran kesetimbangan, karena katalis hanya berfungsi mempercepat tercapainya keadaan setimbang tetapi tidak menggeser kesetimbangan.
Ilustrasi gambar yang disertakan dalam buku teks pelajaran sangat memung-kinkan munculnya miskonsepsi, karena gambar merupakan wujud konkrit yang mudah ditangkap dan dipahami peserta didik Oleh karena itu ilustrasi dari suatu konsep sangat penting diperhatikan guru agar ketika dijumpai ilustrasi gambar yang salah segera dapat diluruskan, sehingga miskonsepsipun dapat dihindarkan.
Gambar 4 menunjukkan analogi keadaan kesetimbangan dinamis yang kemungkinan dapat menyebabkan miskonsepsi pada peserta didik.
|
Gambar 4.
Analogi Keadaan Kesetimbangan Dinamis yang Kurang Tepat
(Sumber Gambar: Michael Purba, 2006: 170)
Berdasarkan gambar tersebut, maka peserta didik mengalami miskonsepsi, dimana kesetimbangan dinamis tercapai ketika volum kedua larutan tidak sama (Gambar 4c), padahal kesetimbangan kimia tidak berhubungan dengan kesamaan volum maupun massa. Penggunaan analogi dalam pembelajaran sangat baik, karena membantu peserta didik dalam memahami konsep, tetapi kadang-kadang analogi tersebut dapat menimbulkan miskonsepsi (Dupin & Jhosua, 1987: 800).
Penggambaran keadaan kesetimbangan dinamis yang kemungkinan juga dapat menyebabkan miskonsepsi adalah kesetimbangan dianalogikan seperti setimbangnya permainan jungkat-jungkit. Penganalogian tersebut akan berakibat terjadinya miskon-sepsi bahwa keadaan kesetimbangan dinamis tercapai jika berat/massa sama. Jika hal ini diterapkan dalam suatu reaksi kimia, maka reaksi kesetimbangan terjadi jika massa reaktan sama dengan massa produk.
Contoh lainnya adalah ketika dalam sebuah buku kimia SMA kelas XI menjelaskan tentang pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan dengan memberikan contoh suatu reaksi kesetimbangan CO(g) + 3 H2(g) à CH4(g) + H2O(g) disertai gambar, seperti terlihat pada Gambar 5.
Ilustrasi yang diberikan dalam buku tersebut sangat membingungkan bagi peserta didik, karena adanya perubahan jumlah molekul zat-zat yang terlibat dalam reaksi kesetimbangan. Gambar yang membingungkan akan berujung pada pemahaman yang salah dan akhirnya terjadilah miskonsepsi pada diri peserta didik tentang konsep yang dimaksud.
Gambar 5.
Ilustrasi tentang Pengaruh Tekanan terhadap Kesetimbangan Kimia
(Sumber Gambar: Michael Purba, 2006: 178)
Menurut Paul Suparno (2005: 53), penyebab khusus terjadinya miskonsepsi yang bersumber dari buku teks diantaranya:
a) penjelasan yang keliru dalam buku tersebut;
b) kesalahan penulisan yang tidak disertai ralat (dalam ilmu kimia kesalahan penulisan rumus sangat berakibat fatal);
c) penggunaan bahasa yang terlalu tinggi untuk level peserta didik yang dituju;
d) banyak peserta didik yang membaca buku teks sepotong-sepotong (tidak utuh) sehingga memberikan pemahaman yang kurang tepat/benar;
e) pemberian ilustrasi yang diambil dalam kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan makna konsep yang sesungguhnya; dan
f) penggunaan gambar kartun yang sering mengandung miskonsepsi.
0 Komentar untuk "Faktor Penyebab Terjadinya Miskonsepsi Kimia dari Buku Teks Pelajaran"
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)