Belajar
merupakan suatu usaha untuk memperoleh kepandaian atau menguasai ilmu tertentu.
Sedangkan mengajar merupakan proses memberikan suatu ilmu atau materi. (KBBI,
1993: 13) Para ahli psikologi memandang belajar sebagai perubahan yang
terlihat, tidak peduli apakah perubahan-perubahan tersebut akan membuat atau
justru menghambat adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-kebutuhan di dalam
masyarakat dan lingkungannya. Di lain pihak para pendidik menganggap proses
belajar terjadi hanya apabila hal tersebut sesuai dengan kebutukan-kebutuhan
sekolah dan masyarakat. Di sini para psikolog lebih bersifat netral, dan para
pendidik belum menganggap seseorang telah belajar meskipun tingkah lakunya
berubah, selama tingkah laku tersebut tidak menuju ke arah tercapainya
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. (Sutiman dan Eli Rohaeti, 2011: 13) Dalam
lingkup sekolah, maka siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Jadi kegiatan
belajar mengajar adalah sebuah interaksi edukatif antara guru dan siswa.
Dalam
kurikulum berbasis kompetensi, kegiatan belar mengajar dilandasi oleh
prinsip-prinsip:
a. berpusat pada siswa,
b. mengembangkan kreativitas siswa,
c. menciptakan kondisi menyenangkan dan
menantang,
d. mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan
nilai,
e. menyediakan pengalaman belajar yang beragam,
dan
f. belajar melalui berbuat.
Prinsip-prinsip di atas dilaksanakan dalam
bentuk penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang efektif,
konstektual, dan bermakna. Pengembangan dan peningkatan kompetensi,
kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati,
toleransi, dan kecakapan hidup siswa diharapkan dapat membentuk watak serta
peningkatan peradaban dan martabat bangsa. (Sutiman dan Eli Rohaeti, 2011: 26)
Materi
atau bahan pelajaran yang diberikan guru akan kurang memotivasi siswa jika
penyampaiannya kurang tepat. Oleh karena itu diperlukan strategi ataupun metode
pembelajaran tertentu yang memang sesuai dengan materi yang akan disampaikan
oleh guru.. Menurut Anne
Ahira (2012: http://www.anneahira.com/strategi-pembelajaran-18416.htm), strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Di dalam strategi pembelajaran terkandung
makna perencanaan. Maksudnya, strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual
tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran.
Sedangkan menurut Sutiman dan Eli Rohaeti (2011: 46) metode pembelajaran adalah
cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang ditentukan.
Metode
pembelajaran yang dapat digunakan antara lain ceramah, demonstrasi,
laboratorium, diskusi, tanya jawab, proyek, karya wisata, dan pemberian tugas.
(Sutiman dan Eli Rohaeti, 2011: 46-50) Namun yang paling umum dilakukan oleh
guru adalah ceramah. Siti Sundari Miswadi, dkk (2010: 557) mengatakan bahwa pada
metode ini kadang-kadang konsentrasi siswa terpecah dengan hal lain, akibatnya
siswa kurang memahami materi pelajaran. Demikian juga dengan mata pelajaran kimia
yang bersifat abstrak.
Pada
jurnalnya mengenai “Pembelajaran Inovatif Kimia Unsur”, Aceng Haetami (2010: 1)
menyebutkan
“Mata pelajaran
kimia adalah mata pelajaran yang dianggap membosankan dan menakutkan bagi
sebagian besar siswa karena dianggap merupakan mata pelajaran yang terdiri dari
rumus-rumus kimia dan hitungan. Menakutkan karena terdapat beberapa pokok
bahasan yang memerlukan kemampuan matematis yang tinggi, seperti stoikiometri,
termokimia, laju reaksi, kesetimbangan kimia, koligatif larutan, buffer,
hidrolisis, kelarutan, dan elektrolisis. Membosankan karena sebagian besar terdiri
dari pokok bahasan yang memerlukan pemahaman dengan menghafal rumus-rumus dan
sifat-sifat zat baik sifat fisik maupun sifat kimia, seperti kimia organik, struktur
atom, biokimia, dan kimia unsur. Pembelajaran mata pelajaran apapun termasuk
mata pelajaran kimia memang bisa membosankan bila diberikan secara monoton
dengan hanya menjejali siswa, siswa pasif menerima apa adanya yang diberikan
guru.”
Sebenarnya
bisa saja seorang guru membuat siswa tertarik dan termotivasi pada pelajaran
kimia. Hanya saja disini diperlukan pemilihan strategi dan metode yang tepat
dalam penyampaiannya, sehingga materi pelajaran dapat diterima dengan baik oleh
siswa. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran berjalan lebih efektif.
Pendekatan, teknik dan media pembelajaran pada penerapan model pembelajaran
tertentu juga berpengaruh, agar nantinya siswa dapat berfikir secara kritis,
logis, kreatif, inovatif, dapat memecahkan suatu masalah, dan kegiatan belajar
mengajar tidak membosankan.
Selama
ini, sebagian besar guru lebih banyak memberi ceramah kemudian siswa
mengerjakan latihan soal. Siswa hanya dijejali dengan rumus yang sudah jadi dan
tinggal memakainya saja pada saat mengerjakan soal. Belum banyak guru yang
menyampaikan konsepnya pada siswa. Padahal konsep ini lebih penting daripada
menyuruh siswa untuk menghafal materi dan rumus yang banyak. Dengan memahami
konsepnya maka siswa dapat lebih mudah untuk menerima pelajaran serta dapat menerapkannya
pada latihan soal ataupun kehidupan sehari-hari. Pada konteks ini orientasi
pembelajaran tidak hanya menekankan pada materi tapi juga aplikasinya. Sehingga
tidak ada istilah kimia dalam hikayat.
Menurut
Siti Sundari Miswadi, dkk. (2010: 558), pembelajaran yang pada umumnya dilaksanakan
oleh guru lebih banyak menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman, sedangkan
aspek aplikasi, analisis, sintesis bahkan evaluasi hanya sebagian kecil dari
pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran kimia di sekolah cenderung lebih
berorientasi pada penguasaan sejauh informasi atau konsep dan lebih
berorientasi pada bagaimana agar siswa bisa mengerjakan soal-soal yang
diberikan. Metode pembelajaran yang cenderung tidak bervariasi dan lebih
mengandalkan pada hafalan ini menyebabkan siswa tidak bersemangat yang ditandai
dengan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa.
Padahal pada
kegiatan belajar mengajar yang dituntut lebih aktif adalah siswa. Sebenarnya kimia
merupakan pelajaran yang cukup menarik, karena merupakan mempelajari materi
yang ada di alam semesta ini. Dengan kata lain, kimia sebenarnya sangat dekat
dengan kita. Sehingga dengan menghubungkan materi kimia yang akan disampaikan
dengan peristiwa atau kejadian yang ada di kehidupan sehari-hari yang kira-kira
diketahui siswa, diharapkan dapat lebih membuat siswa tertarik dan termotivasi
untuk mempelajari mata pelajaran kimia. Dengan membuat pembelajaran lebih
bermakna bagi siswa dengan memvariasi model pembelajaran, diharapkan siswa
lebih dapat mengerti dan memahami materi kimia yang disampaikan guru.
Berdasarkan
pengalaman menjadi siswa di SMA, materi pelajaran kimia mengenai larutan
penyangga cukup sulit, karena selain ada materi yang cukup banyak, juga ada
stoikiometri dan perhitungan pH. Oleh karena itu, penulis akan membahas
mengenai strategi pembelajaran kimia inovatif khususnya untuk materi “Larutan
Penyangga”.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan kurikulum yang terbaru yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setiap sekolah diberi keleluasaan
untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan
lebih baik, karena guru harus memikirkan perencanaan penyampaian materinya.
Banyak hasil yang diperoleh dari kegiatan penyusunan KTSP tersebut, tidak saja
berupa silabus dan rencana pembelajaran serta keterampilan menerapkannya,
tetapi juga memberi pengalaman baru bagi guru tentang bagaimana berpikir
tentang masa depan pendidikan bagi peserta didiknya. Bekal pengetahuan dan
keterampilan tersebut akan digunakan guru dalam mengimplementasikan KTSP.
(Masnan, 2011: http://www.kompasberita.com/2011/12/memberdayakan-guru-melalui-ktsp/)
Pada KTSP , guru harus menempatkan diri
sebagai fasilitator pembelajaran agar orkhestra pembelajaran berjalan baik dan
indah serta hasil (out put) yang baik pula. Guru sebagai fasilitator,
diharapkan guru bukan penghambat apalagi pembunuh naluri berkembang, ingin
tahu, meneliti, mengkaji, dan sebagainya. Guru harus menjadi pemicu sekaligus
pemberi arah perkembangan perserta didik baik pekembangan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Ini semua harus dikembangkan oleh seorang guru sebagai
motivator dan fasilitator pembelajaran. (Supriyadi, 2012: http://www.kompasberita.com/2012/01/guru-sebaga-fasilitator-pembelajaran/)
Salah satu ciri pembelajaran efektif
adalah mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya (Dit-PLP, 2003). Ciri inilah yang dikembangkan dalam
pembelajaran KTSP dan berkaitan dengan filsafat konstruktivisme. Tugas penting
guru pada pendidikan formal di sekolah di antaranya adalah membantu peserta
didik untuk mengenal dan mengetahui sesuatu, terutama memperoleh pengetahuan.
Dalam pengertian konstruktivisme, pengetahuan itu merupakan “proses menjadi”,
yang pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan benar. Pengetahuan itu dapat
dibentuk secara pribadi dan peserta didik itu sendiri yang membentuknya.
(Masnan, 2011: http://www.kompasberita.com/2011/12/memberdayakan-guru-melalui-ktsp/)
Peran guru atau pendidik sebagai
fasilitator atau moderator, tugasnya adalah merangsang atau memberikan
stimulus, membantu peserta didik untuk mau belajar sendiri dan merumuskan
pengertiannya. Guru juga mengevaluasi apakah gagasan peserta didik itu sesuai
dengan gagasan para ahli atau tidak. Sedangkan tugas peserta didik aktif
belajar, mencerna, dan memodifikasi gagasan sebelumnya. Dalam KTSP dianut
bentuk pembelajaran yang ideal yaitu pembelajaran peserta didik aktif dan
kritis. Peserta didik tidak kosong, tetapi sudah ada pengertian awal tertentu
yang harus dibantu untuk berkembang. Maka modelnya adalah model dialogis, model
mencari bersama antara guru dan peserta didik. Peserta didik dapat
mengungkapkan gagasannya, dapat mengkritik pendapat guru yang dianggap kurang
tepat, dapat mengungkapkan jalan pikirannya yang lain dari guru. Guru tidak
menjadi diktator yang hanya menekankan satu nilai satu jalan keluar, tetapi
lebih demokratis. Dalam KTSP, pendidikan yang benar harus membebaskan peserta
didik untuk berpikir, berkreasi, dan berkembang. (Masnan, 2011: http://www.kompasberita.com/2011/12/memberdayakan-guru-melalui-ktsp/)
Dalam
standar kompetensi yang berbunyi memahami
sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan
terapannya, terdapat kompetensi
dasar mendeskripsikan
sifat larutan penyangga dan peranan larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.
Dari kompetensi tersebut, guru dapat membuat indikator seperti enjelaskan
pengertian, komponen, cara kerja, dan fungsi larutan, serta menghitung pH dari
larutan penyangga. Sehingga dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dapat
dirumuskan tujuannya, antara lain:
1. Peserta
didik dapat membedakan larutan penyangga dan bukan larutan penyangga setelah melakukan
percobaan penambahan sedikit asam, basa, atau pengenceran pada suatu larutan.
2. Peserta
didik dapat menjelaskan pengertian larutan penyangga.
3. Peserta
didik dapat menjelaskan komponen dan cara kerja larutan penyangga.
4. Peserta
didik dapat menghitung pH larutan penyangga.
5. Peserta
didik dapat menyebutkan fungsi larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan
implementasi dari RPP. Pelaksanaannya meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan kegiatan penutup. Didalam kegiatan tersebut harus mencakup kegiatan
apersepsi, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Sesuai Permendiknas No. 41
Tahun 2007 dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari;
c. menjelaskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan
cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Apersepsi merupakan prasyarat
pengetahuan. Dalam KBBI (1993: 45) disebutkan bahwa apersepsi merupakan
pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu di jiwanya
(dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima
ide-ide baru. Sutiman dan Eli Rohaeti (2011: 60) menyatakan bahwa apersepsi ini
bisa berisi pertanyaan tentang pengetahuan yang telah diketahui dalam kehidupan
atau telah dipelajari pada pembelajaran yang lalu dan yang berhubungan dengan
materi pokok atau uraian materi pokok yang akan diberikan. Prasyarat
pengetahuan yang ditanyakan disamping yang sudah diketahui siswa, harus dapat
menggiring ke permasalahn pembelajaran yang akan dibahas.
Apersepsi untuk materi larutan penyangga
bisa menganalogikan akuades/air dengan darah. Kedua cairan tersebut bersifat
netral. Namun bagaimana jika ditambahkan dengan sedikit asam atau basa kuat? Siswa
dapat dengan mudah menjawab jika akuades/air ditambahkan dengan asam atau basa
kuat, tentu pH-nya akan berubah. Sebagai contoh untuk satu liter akuades yang
ditetesi dengan satu mililiter HCl 0,1 M, pH-nya akan berubah dari 7 menjadi
sekitar 4. Karena pada materi sebelumnya siswa telah mempelajari larutan asam
basa, sehingga secara matematis perubahan pH yang terjadi dapat dibuktikan
sebagai berikut:
1
L = 1000 mL
Volum larutan = volum akuades + volum HCl
=
1000 + 1
=
1001 mL
Dalam 1 mL HCl terdapat:
n HCl =
V HCl x M HCl
=
1 x 0,1
=
0,1 mmol
Sehingga dalam 1001 mL larutan,
M HCl =
=
= 9,99 x 10-5 M
HCl(aq) ⇌ H+(aq) +
Cl-(aq)
9,99
x 10-5 M 9,99 x
10-5 M 9,99 x 10-5
M
[H+]
= 9,99 x 10-5 M
Maka,
pH
= - log [H+]
= - log (9,99 x 10-5)
= 4,0004
Kemudian guru bisa menanyakan, bagaimana
dengan darah? Sama seperti halnya akuades, darah mempunyai pH netral. Padahal
salah satu fungsi darah adalah menyerap sari-sari makanan dari usus halus dan
mengedarkannya ke seluruh tubuh. Sari-sari makanan yang diangkut darah disini
jelas bermacam-macam, sesuai dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Tapi
apakah kita pernah berpikir berapa pH atau konsentrasi makanan dan minuman
tersebut? Untuk 1 L akuades yang ditambahkan 1 mL HCl 0,1 M saja pH-nya bisa
berubah. Namun berbeda pada darah, meskipun kita memngonsumsi manis, masam,
pahit, pedas, dan asin, tubuh kita terasa baik dan seperti tidak ada perubahan
dalam peredaran darah. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ada apa di dalam darah
kita? Kemudian guru bisa mengatakan bahwa pada pertemuan hari itu guru akan
membahas mengenai materi larutan penyangga. Saat itu pula guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut.
Uraian di atas merupakan salah satu
contoh apersepsi yang kontekstual. Dengan apersepsi yang diketahui siswa dan
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tersebut diharapkan dapat menumbuhkan
ketertarikan dan motivasi yang lebih pada siswa, karena apersepsi yang
disampaikan bermakna dan siswa telah memiliki pengalaman tentang hal tersebut.
Selanjutnya memasuki kegiatan inti
pembelajaran. Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007, kegiatan inti merupakan
proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan
sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan
peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi
yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan
belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan
beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi
terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan
peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi
peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan
peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu
yang bermakna;
2) memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi
peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5) memfasilitasi
peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun
tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi
peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan;
9) memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan
umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun
hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan
konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber,
3) memfasilitasi
peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan,
4) memfasilitasi
peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar:
a) berfungsi
sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang
menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b) membantu
menyelesaikan masalah;
c) memberi
acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi
informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e) memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
Dan yang terakhir adalah kegiatan
penutup. Dalam kegiatan ini, guru:
a. bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan
penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram;
c. memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
(Permendiknas
No. 41 Tahun 2007)
Pada materi larutan penyangga, bisa
menggunakan beberapa metode pembelajaran, antara lain eksperimen atau
demonstrasi, diskusi, tanya jawab, dan ceramah. Untuk pertemuan pertama, guru
bisa menjelaskan sifat larutan penyangga secara singkat kemudian melakukan percobaan
yang bertujuan untuk membedakan larutan penyangga dan bukan larutan penyangga
pada penambahan sedikit asam, basa, atau pengenceran. Secara teori, sifat
larutan penyangga adalah dapat mempertahankan harga pH larutan pada penambahan
sedikit asam kuat, basa kuat, maupun pengenceran. Sekalipun pH larutan berubah,
perubahannya tidak signifikan, yaitu ± 1. Larutan penyangga bisa juga disebut
sebagai buffer atau dapar.
Percobaan larutan penyangga ini bisa
disampaikan kepada peserta didik dengen dua metode, yaitu demostrasi atau
laboratorium (eksperimen). Metode demonstrasi adalah cara penyampaian bahan
pelajaran dengan mempertunjukkan suatu proses atau kejadian. Metode ini
dilakukan oleh guru, dan/atau dapat dibantu beberapa orang peserta didik yang
ditunjuk atau bersedia. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam
melaksanakan demonstrasi, guru harus sudah mencobanya terlebih dahulu. Sedangkan
metode laboratorium merupakan cara pembelajaran atau proses belajar mengajar
dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan percobaan
sendiri di laboratorium. Kedua metode tersebut dapat meningkatkan perhatian dan
motivasi, mengembangkan pengetahuan, memberikan pengalaman, menanamkan sikap
ilmiah, serta melatih ketrampilan para peserta didik. Namun jika dibandingkan,
metode demonstrasi lebih hemat waktu dan bahan, sementara pada metode
laboratorium peserta didik dapat belajar lebih aktif karena memiliki pengalaman
melakukan percobaan sendiri. (Sutiman dan Eli Rohaeti, 2011: 47-48)
Sebenarnya ada satu metode lagi, metode
ini merupakan metode yang paling murah, karena tidak memerlukan bahan, dan
waktu yang diperlukan bisa disesuaikan oleh guru, yaitu menggunakan virtual lab. Guru hanya perlu membuat
animasi percobaan, bisa menggunakan media power point atau macromedia flash.
Alat yang dibutuhkan adalah laptop dan LCD. Namun semua itu dikembalikan lagi
ke guru, tentunya mereka dapat memilih untuk melakukan salah satu dari metode
tersebut yang disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Kemudian kegiatan
pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi. Guru sebelumnya membagi pereta didik
dalam beberapa kelompok untuk menganalisis data percobaan. Dan selanjutnya bisa
dilakukan presentasi mengenai hasil diskusi setiap kelompok. Pada kegiatan ini
bisa disisipi dengan kegiatan tanya jawab antar siswa ataupun antara siswa
dengan guru. Baru di akhir diskusi, guru memberikan konfirmasi.
Lalu untuk materi komponen, cara kerja, perhitungan
pH, dan fungsi larutan penyangga bisa disampaikan dengan metode ceramah dan
tanya jawab. Yang perlu ditekankan di sini adalah materi komponen dan
perhitungan pH larutan penyangga. Untuk kedua topik materi tersebut guru harus
bisa menjelaskan konsep dasarnya.
Larutan penyangga terdiri dari larutan
penyangga asam dan basa. Dikatakan sebagai buffer asam jika mengandung asam lemah dan basa konjugasinya. Dan dikatakan sebagai buffer basa jika
mengandung basa lemah dan asam konjugasinya. Jadi larutan
penyangga merupakan larutan yang mengandung pasangan asam basa konjugasinya (asam basa Bronsted-Lowry), bukan
larutan yang mengandung asam/basa lemah
dengan garamnya. Karena bisa saja
larutan penyangga terdiri dari garam-garam
yang mengandung pasangan asam basa
konjugasi. Sebagai contoh:
1) larutan
H2CO3 + larutan NaHCO3 (asam lemah dan garamnya
ini merupakan larutan penyangga)
2) larutan
H2CO3 + larutan
Na2CO3
(asam lemah dan garamnya ini bukan larutan
penyangga)
3) larutan
NaH2PO4 + larutan Na2HPO4 (garam
dengan garam ini merupakan larutan penyangga)
Selama ini beberapa buku dan guru di SMA
yang menyampaikan bahwa larutan penyangga merupakan larutan yang terdiri dari
asam/basa lemah dengan garamnya. Sebenarnya pengertian ini tidak mutlak salah,
untuk contoh larutan asam asetat dengan garam natrium asetat atau larutan
amonia dengan garam ammonium klorida pengertian tersebut memang benar. Namun
jika ditinjau kembali, pengertian tersebut bisa menyebabkan salah konsep.
Sehingga yang harus ditekankan disini bahwa larutan penyangga merupakan larutan
yang terdiri dari pasangan asam basa konjugasinya. Sebagai bukti kita lihat 3
contoh campuran larutan di atas.
1) Larutan
H2CO3 + larutan NaHCO3
Campuran
tersebut terdiri dari asam lemah dengan garamnya. Ditinjau dari pengertian yang
selama ini, campuran asam karbonat dengan garam natrium bikarbonat merupakan larutan penyangga. Selanjutnya kita
tinjau dari pengertian pasangan asam basa konjugasi. Apabila terdisosiasi maka,
H2CO3(aq)
⇌
2H+(aq) + CO32-(aq)
NaHCO3(aq)
⇌
Na+(aq) + HCO3-(aq)
Larutan asam
karbonat, merupakan elektrolit lemah sehingga dalam larutan hanya terdisosiasi
sebagian, dan sebagian besar dalam bentuk molekulnya. Sedangkan garam natrium
bikarbonat terdisosiasi sempurna. Jadi dalam larutan terdapat,
Karena terdapat
molekul H2CO3 dengan ion HCO3- yang
merupakan pasangan asam basa konjugasi, maka larutan ini termasuk larutan penyangga.
2) Larutan
H2CO3 + larutan
Na2CO3
Campuran ini
terdiri dari asam karbonat dengan garam natrium karbonat. Menurut pengertian
yang pertama, campuran tersebut merupakan larutan
penyangga. Namun menurut pengertian kedua, campuran tersebut bukan larutan penyangga, karena tidak
mengandung pasangan asam basa konjugasi. Yang ada dalam larutan yaitu molekul H2CO3,
ion CO32-, ion Na+, dan molekul H2O.
3) Larutan
NaHCO3 + larutan Na2CO3
Campuran terdiri
dari garam natrium bikarbonat dengan garam natrium karbonat. Jika menurut
pengertian pertama, campuran ini bukan
larutan penyangga. Namun yang benar, campuran termasuk larutan penyangga, karena mengandung pasangan asam basa konjugasi, yaitu
ion HCO3- sebagai asam lemah dan ion CO32-
sebagai basa konjugasinya. Garam-garam tersebut termasuk elektrolit kuat,
sehingga terdisosiasi sempurna dalam larutan. Dengan kata lain yang ada dalam
larutan adalah ion Na+, ion HCO3-, ion CO32-,
dan molekul H2O.
Materi berikutnya mengenai perhitungan
pH larutan penyangga. Agar peserta didik lebih paham, tentu seorang guru harus
menanamkan konsepnya, bukan sekedar memberikan rumus, menyuruh siswa menghafal
rumus dan mengerjakan latihan soal dengan rumus tersebut. Dalam konteks ini,
guru seharusnya bisa menanamkan konsepnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan peserta didik bisa menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya suatu larutan yang
tersusun dari asam lemah dan basa konjugasinya ataupun basa lemah dan asam
konjugasinya merupakan suatu sistem kesetimbangan ion dalam air. Untuk larutan
penyangga asam, sebagai contoh suatu larutan mengandung HA dengan NaA. Dalam
sistem terjadi kesetimbangan:
HA(aq) ⇌ A-(aq) + H+(aq)
NaA(aq)
→ A-(aq) + Na+(aq)
Sehingga,
Ka
=
[H+]
=
Dengan cara yang sama, apabila
terdapat larutan penyangga basa sebagai contoh BOH dan BCl. Dalam sistem
terjadi kesetimbangan:
BOH(aq)
⇌
B+(aq) + OH-(aq)
BCl(aq)
→ B+(aq) + Cl-(aq)
Sehingga,
Kb
=
[OH-]
=
Tentu
konsentrasi yang digunakan di sini adalah konsentrasi saat kesetimbangan.
Lalu untuk materi cara kerja dan fungsi
larutan penyangga, bisa disajikan dengan menunjukkan animasi mekanismenya.
Berikut adalah contoh mekanisme larutan penyangga karbonat dalam darah.
Memang kita sadari betul bahwa untuk
menyampaikan materi ini tidak bisa lepas dari metode ceramah, namun kita bisa
melakukan inovasi dengan mengkombinasikannya dengan metode tanya jawab,
diskusi, dan sebagainya disesuaikan dengan kondisi pembelajaran saai itu. Bisa
saja seorang guru memberikan model penilaian yang berbeda, tidak hanya sekedar
dengan tanya jawab atau mengerjakan latihan soal seperti biasa. Misalnya dengan
model make a match dimana siswa
diberi kartu dan memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang, kemudian
mencari pasangannya masing-masing. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin atau hadiah.
Kemudian model group investigation dimana guru membagi siswa dalam beberapa
kelompok. Setiap kelompok diberi masalah yang berbeda dan didiskusikan bersama
secara kooperatif yang bersifat penemuan. Setelah selesai diskusi, juru bicara
kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok secara bergilir. Guru
memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan. Model ini bisa
digunakan untuk mempelajari cara kerja larutan penyangga atau mekanisme larutan
penyangga dalam tubuh pada penambahan sedikit asam atau basa.
Bisa juga memvariasi pembelajaran dengan
model problem based introduction
(PBI). Setelah menjelaskan materi larutan penyangga, siswa diberikan beberapa
soal. Siswa disuruh mengidentifikasi apakah
campuran tersebut larutan penyangga atau bukan, menghitung pH awal dan
pH setelah penambahan asam/basa kuat, sekaligus manganalisis cara kerjanya
secara singkat. Guru membantu siswa untuk melakukan reflaksi atau evaluasi
terhadap proses yang mereka lakukan. Di sisi siswa diperbolehkan mencari
informasi sebanyak-banyaknya dari berbagi sumber untuk menyelesaikan masalah
yang diberikan, boleh bertanya pada guru, tapi tidak diperbolehkan bertanya
pada kelompok lain.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pembelajaran materi apapun apabila
diberikan secara monoton dengan metode konvensional, maka pembelajaran tersebut
cenderung tidak menarik, siswa akan bosan dan pasif, dan tidak ada motivasi
untuk belajar. Apalagi mata pelajaran kimia yang oleh sebagian besar siswa
dianggap cukup sulit dan membosankan. Padahal pada KTSP guru dituntut untuk
menciptakan susasana dimana siswa aktif belajar penemuan, tidak mutlak dari
informasi guru. Sehingga pada RPP ada kegiatan eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi.
Untuk meningkatkan semangat belajar
siswa, perlu dilakukan inovasi pembelajaran khususnya pada materi larutan
penyangga, sehingga diharapkan pembelajaran ini menjadi pembelajaran yang
menyenangkan baik bagi guru terlebih bagi siswa. Inovasi dilakukan dengan
memvariasikan model dan metode pembelajaran yang digunakan dan disesuaikan
dengan materinya agar pembelajaran lebih efektif dan menyenangkan, namun juga
perlu disesuaikan dengan kondisi sekolah. Dan yang perlu ditekankan di sini
adalah pembelajaran konsep, karena apabila seorang siswa sudah memahami
konsepnya, maka siswa dapat mengaplikasikannya dalam mengerjakan latihan soal
ataupun menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Pembahasan ini merupakan
contoh-contoh pembelajaran inovatif yang mudah-mudahan bisa merangsang ide-ide
kreatif bagi guru-guru kimia pada pembelajaran pokok bahasan lain, tidak
terbatas pada materi larutan penyangga.
3.2.
Saran
Berikut adalah saran untuk para calon
guru kimia dan guru kimia.
1. Bagi
calon guru kimia
Lebih
mendalami pemahaman konsep dari suatu materi kimia dan mempelajari berbagai
strategi pembelajaran kimia.
2. Bagi
guru kimia
Lebih kreatif dalam
menyampaikan suatu materi kimia dengan memvariasi model dan metode pembelajaran
yang digunakan dan berusaha menciptakan proses pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan.
Tag :
Pendidikan Kimia,
Teori Pendidikan
4 Komentar untuk "STRATEGI PEMBELAJARAN KIMIA INOVATIF"
roserina81@yahoo.co.uk
sangat bermanfaat, terimakasih:)
felia.Hutapea@yahoo.co.id
maharanidyah.21068@mhs.unesa.ac.id
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)