Konsep-konsep kimia yang diajarkan guru tidak selalu dapat diterima secara utuh oleh peserta didik seperti yang diharapkan. Setiap peserta didik mengonstruksi konsepnya sendiri-sendiri, sehingga perbedaan konstruksi konsep individu inilah yang menyebabkan tingkat pemahaman konsep mereka berbeda-beda pula. Menurut Berg (1991: 11) dalam pembelajaran konsep, peserta didik diharapkan dapat :
(1) mendefinisikan konsep yang bersangkutan; (2) menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain; (3) menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain; dan (4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecah-kan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta didik telah memahami suatu konsep, maka peserta didik seharusnya memenuhi keempat kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki pemahaman yang sama tentang suatu konsep.
Abraham (1992: 112) menggolongkan derajat pemahaman peserta didik menjadi enam kategori berdasarkan tes yang diberikan padanya, yaitu :
1) tidak ada respon, dengan kriteria tidak menjawab dan/atau menjawab ”saya tidak tahu”;
2) tidak memahami, dengan kriteria mengulang pertanyaan, menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan atau jawaban tidak jelas;
3) miskonsepsi, dengan kriteria menjawab tetapi penjelasannya tidak benar atau tidak logis;
4) memahami sebagian dan terjadi miskonsepsi, dengan kriteria jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai, namun ada pernyataan yang menunjukkan miskonsepsi;
5) memahami sebagian, dengan kriteria jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep yang dipahami tanpa miskonsepsi; dan
6) memahami konsep, dengan kriteria jawaban menunjukkan konsep dikuasai dengan benar.
Lebih lanjut Abraham (1992: 113) mengkategorikan derajat pemahaman 1 dan 2 termasuk tidak memahami, 3 dan 4 termasuk miskonsepsi, 5 dan 6 termasuk memahami. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Feldsine (1987: 178) bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan akibat hubungan tidak benar antar konsep dan pendapat Fowler & Jaoude (1987: 182) yang menyatakan salah satu bentuk miskonsepsi adalah adanya hubungan hirarkhis konsep-konsep yang tidak benar. Ketidakjelasan dan ketidaklogisan jawaban peserta didik disebabkan penguasaan suatu konsep yang salah yang berakibat pada kesalahan keseluruhan konsep yang ada, padahal ada keterkaitan yang erat antar konsep dalam suatu materi ajar. Seperti diketahui, konsep-konsep kimia dalam materi ajar kimia di SMA/MA sangat erat berkaitan satu dengan yang lain. Miskonsepsi terhadap suatu konsep kimia akan berpengaruh terhadap pemahaman konsep kimia yang lain. Hal inilah yang tidak diharapkan terjadi dalam pembelajaran kimia, karena berakibat akhir pada prestasi belajar kimia yang rendah (tidak memuaskan).
Banyak cara untuk menentukan, mengidentifikasi dan mendeteksi terjadinya miskonsepsi kimia pada peserta didik, dapat melalui (1) peta konsep (concept maps); (2) tes (pilihan ganda maupun esai); (3) wawancara diagnosis; (4) diskusi dalam kelas; dan (5) praktikum disertai tanya jawab. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan, biasanya seorang peneliti atau guru dalam memilih mempertimbangkan kemampuan, tujuan, waktu, tenaga, biaya, dan kemudahan dalam menyusun instrumen dan menerapkannya, termasuk kemudahan menganalisis hasil deteksi tersebut.
1) Peta konsep
Peta konsep (concept maps) adalah bagan yang menunjukkan hubungan antar konsep atau gagasan-gagasan pokok dari suatu materi ajar yang disusun secara hirarkhis dan memberikan gambaran yang lebih lengkap (Liliasari, 1998: 2.3). Miskonsepsi pada peserta didik dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antar konsep yang dimiliki mereka itu benar atau salah. Dengan peta konsep, dapat terlihat dengan jelas letak terjadinya miskonsepsi pada peserta didik (Feldsine, 1987: 181). Pada umumnya miskonsepsi tampak dari proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep (Novak & Gowin, 1984: 104). Pada praktiknya, mengidentifikasi menggunakan peta konsep akan lebih akurat hasilnya jika disertai wawancara klinis yang berfungsi sebagai cara untuk mengungkap lebih mendalam tentang munculnya gagasan tersebut. Wawancara ini juga berfungsi sebagai teknik uji ulang atau pencocokan terhadap hasil peta konsep.
Gambar 3 adalah contoh peta konsep tentang unsur yang dibuat oleh seorang peserta didik.
|
|
|
| ||||||
Gambar 3.
Peta Konsep tentang Unsur oleh Peserta Didik
Berdasarkan peta konsep yang dibuat menunjukkan bahwa peserta didik tersebut memiliki dua miskonsepsi tentang unsur, yaitu (1) peserta didik beranggapan bahwa jika atom-atom sejenis bergabung akan membentuk unsur, sedangkan jika beda jenis membentuk molekul. Padahal konsep yang benar, jika atom-atom bergabung, baik sejenis maupun beda jenis, keduanya membentuk molekul, namun jika atom sejenis disebut molekul unsur dan jika atom berbeda jenis disebut molekul senyawa; dan (2) nomor atom menyatakan banyaknya proton/elektron dalam atom, padahal nomor atom hanya menyatakan banyaknya proton dalam inti atom, kecuali untuk atom netral jumlah proton akan sama dengan jumlah elektron.
Instrumen pendeteksi berupa peta konsep memiliki beberapa kelemahan, yaitu (1) tidak semua peserta didik mampu mengungkapkan hubungan antar konsep dalam bentuk peta konsep, sehingga kemungkinan banyak informasi miskonsepsi yang diharapkan tidak terjaring; (2) perlunya wawancara klinis untuk memperoleh data yang lebih akurat memerlukan kemampuan berkomunikasi yang baik, waktu dan tenaga yang banyak; dan (3) data terjadinya miskonsepsi yang diperoleh sangat variatif, sehingga memerlukan kepiawaian dalam mengolah dan mengklasifikasikan agar data dapat diverifikasi sebaik-baiknya.
2) Tes pilihan ganda atau esai
Tes pilihan ganda merupakan bentuk instrumen yang paling banyak diguna-kan dan dikembangkan oleh peneliti dalam mendeteksi terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Seperti penelitian Amir, Frankl, & Tamir (1987: 20) yang menggu-nakan tes pilihan ganda dengan alasan terbuka. Peserta didik harus menjawab dan menjelaskan mengapa ia menjawab seperti itu. Jawaban yang salah digunakan sebagai bahan tes selanjutnya.
Bentuk tes pilihan ganda atau esai disertai alasan terbuka juga digunakan dalam penelitian Krishnan & Howe (1994: 654) dengan memperkenalkan two-tier multiple choice items.
Contoh tes pilihan ganda dengan alasan terbuka pada materi kesetimbangan kimia:
3 Fe (s) + 4 H2O (g) Fe3O4 (s) + 4 H2 (g) ∆H = positif
Kesetimbangan akan bergeser ke kanan jika pada ...
A. suhu tetap ditambah serbuk besi.
B. suhu tetap ditambah suatu katalis.
C. suhu tetap tekanan diperbesar dengan memperkecil volum.
D. volum tetap suhu dinaikkan.
E. volum tetap suhu diturunkan.
Alasannya : .....................................................................................................................
.....................................................................................................................
Instrumen berupa tes pilihan ganda dengan alasan terbuka relatif mudah dalam penyusunannya, tetapi setiap butir tes yang dibuat harus sudah dipikirkan ke arah mana sebenarnya tes tersebut mampu meramalkan terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Tes pilihan ganda dengan alasan (reasoning) terbuka memiliki kelebihan, yaitu peserta didik diberi kebebasan mengemukakan alasan dari jawaban yang dipilihnya. Dengan demikian dapat diketahui semua alasan peserta didik, sehingga dengan mudah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi. Namun bentuk instrumen ini memiliki kelemahan, yaitu jika banyak peserta didik yang tidak menuliskan alasan karena berbagai sebab, misalnya memang tidak dapat mengung-kapkan alasan karena jawaban yang dipilih hanya menerka (spekulatif), malas menulis alasan karena dianggap tidak ada hubungannya dengan nilai, atau menulis alasan tetapi tidak relevan dengan jawaban yang dipilih, maka tujuan mendeteksi terjadinya miskonsepsi menjadi tidak tercapai seperti yang diharapkan. Kelemahan lainnya, kesulitan dalam menerjemahkan alasan yang diberikan peserta didik karena kekurangjelasan kalimat yang dikemukakannya.
Kelemahan inilah yang kemudian oleh peneliti lainnya, yaitu Treagust (1987: 519) diantisipasi dengan menggunakan tes pilihan ganda tetapi alasan (reasoning) pilihan jawaban tersebut sudah disediakan. Meskipun model ini memudahkan dalam menganalisis, tetapi jika terjadi miskonsepsi dengan alasan yang tidak tercantum dalam tes tidak dapat diketahui. Selain itu peserta didik tidak memiliki kebebasan mengungkapkan alasan memilih jawaban, atau hanya memilih alasan yang tersedia secara spekulatif.
Bentuk tes seperti ini juga dikembangkan oleh Odom & Barrow (1995: 53) yang disebut two-tier diagnostic test pada konsep difusi dan osmosis. Sama halnya Treagust, tes ini terdiri dari batang tes dan pilihan alasan. Bentuk tes ini juga digunakan oleh Birk & Kurtz (1999: 126) untuk mengungkap miskonsepsi mahasiswa pada konsep struktur molekul dan ikatan kimia.
Berikut ini contoh instrumen bentuk pilihan ganda dengan alasan tertutup.
Harga tetapan kesetimbangan kimia untuk reaksi CaCO3 (s) CaO (s) +CO2 (g) adalah ...
C. K = [CaO] [CO2].
D. K = [CO2].
Alasan, karena tetapan kesetimbangan adalah:
A. konsentrasi semua produk dibagi konsentrasi reaktan dipangkatkan sesuai dengan angka koefisiennya.
B. konsentrasi reaktan dibagi konsentrasi produk dipangkatkan sesuai dengan angka koefisiennya.
C. berbanding lurus dengan konsentrasi produk dipangkatkan sesuai dengan angka koefisiennya.
D. berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan dipangkatkan sesuai dengan angka koefisiennya.
E. konsentrasi semua produk dibagi konsentrasi reaktan yang berfase cair atau gas dipangkatkan sesuai dengan angka koefisiennya.
Beberapa peneliti, seperti Clement (1987: 90) dan Twiest & Twiest (1992: 78) menggunakan tes pilihan ganda, kemudian jawaban yang tidak benar ditelusuri lebih lanjut dengan wawancara. Bentuk instrumen ini memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan instrumen Treagust, karena dengan wawancara dapat diungkap lebih banyak penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta didik, tetapi untuk wawancara memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Selain itu keberhasilan wawancara sangat ditentukan oleh kemampuan pewawancara dalam mengorek informasi yang lebih mendalam (probing) hingga benar-benar memperoleh data yang diinginkan (Nasution, 2001: 122-126).
Tes esai tertulis merupakan bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi yang memerlukan kecermatan dalam melihat jawaban peserta didik. Tahap-tahap jawaban yang diberikan peserta didik harus secara teliti dicermati agar dapat diketahui secara pasti pada bagian mana telah terjadi miskonsepsi. Biasanya tes esai tertulis disertai wawancara untuk melihat lebih jauh terjadinya miskonsepsi.
Contoh tes esai tertulis pada materi pokok laju reaksi :
1. Jelaskan bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi?
2. Jelaskan bagaimana katalis dapat meningkatkan laju suatu reaksi?
Kelemahan instrumen tes esai tertulis adalah adanya kemungkinan banyaknya peserta didik yang tidak menjawab atau menjawab tetapi tidak relevan dengan tes yang dijawab. Penelusuran lebih lanjut terhadap jawaban peserta didik melalui wawancara memerlukan waktu dan tenaga yang banyak, juga memerlukan pewawancara yang pandai mengorek informasi lebih mendalam tentang miskonsepsi yang terjadi.
3) Wawancara diagnosis
Selain sebagai pelengkap dari bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi, wawancara diagnosis juga dapat berdiri sendiri sebagai teknik untuk mengungkap terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Pedoman wawancara dapat berbentuk bebas atau terstruktur. Pedoman wawancara bentuk bebas hanya berisi pertanyaan inti yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pewawancara sendiri ketika di lapangan dengan urutan pertanyaan yang tidak kaku (dapat dibolak-balik). Pedoman wawan-cara terstruktur berisi pertanyaan yang tersusun secara urut dan lengkap. Dengan adanya kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, maka wawancara akan lebih baik jika disertai rekaman untuk melengkapi catatan langsung di lapangan.
Contoh wawancara diagnosis pada materi pokok sistem periodik unsur :
1. Dalam satu periode dari kiri ke kanan pada tabel periodik, bagaimana besarnya jari-jari atom? Mengapa demikian?
2. Jika demikian, bagaimana pengaruh jari-jari terhadap kekuatan menarik elektron?
3. Berarti dalam satu periode elektronegativitas atom unsur semakin besar atau semakin kecil?
Ketiga tes tersebut diajukan untuk menuntun peserta didik pada pemahaman konsep tentang keperiodikan sifat elektronegativitas unsur-unsur yang terdapat dalam satu periode. Berdasarkan jawaban peserta didik terhadap ketiga tes tersebut, maka dapat dideteksi pada bagian mana sebenarnya peserta didik mengalami miskonsepsi. Meskipun sangat rinci dalam menelusuri terjadinya miskonsepsi, tetapi seperti biasanya teknik wawancara memiliki beberapa kelemahan dalam penerapannya.
4) Diskusi dalam kelas
Diskusi dalam kelas, terutama pada awal pembelajaran suatu konsep, sebagai penjajagan terhadap konsep yang telah dimiliki peserta didik sangat baik dilakukan guru. Hal ini berguna untuk menjajagi prakonsepsi dan konsepsi yang dimiliki mereka, sehingga pendeteksian terjadinya miskonsepsi dapat diketahui secara dini. Guru harus mampu menciptakan situasi yang kondusif yang memungkinkan semua peserta didik berani bicara dan mengungkapkan gagasannya agar dapat dideteksi terjadi tidaknya miskonsepsi dari semua peserta didik.
Contoh bahan diskusi dalam kelas pada materi pokok struktur atom:
Pertanyaan untuk didiskusikan:
Apa saja partikel penyusun atom itu? Bagaimana struktur suatu atom dibangun oleh partikel-partikel penyusunnya? Mengapa strukturnya harus demikian?
Berdasarkan hasil diskusi kelas yang diarahkan dan dibimbing guru, maka akan diperoleh informasi terjadi tidaknya miskonsepsi pada peserta didik. Kelebihan cara ini dalam mendeteksi miskonsepsi adalah guru secara langsung dapat melakukan pelurusan terhadap konsep-konsep yang dipahami secara salah oleh peserta didiknya. Namun demikian kelemahannya lebih banyak, mulai dari sulitnya mengungkap miskonsepsi dari semua peserta didik karena tidak semua mau aktif sampai pada penciptaan situasi belajar yang kondusif, sehingga mampu memotivasi semua peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif.
5) Praktikum disertai tanya jawab
Bentuk akhir untuk mendeteksi miskonsepsi berupa praktikum disertai tanya jawab. Selama ini praktikum yang dilaksanakan di berbagai sekolah memfokuskan pada observasi terhadap aspek psikomotorik (keterampilan bekerja di laboratorium dan hasil kerjanya), namun ujian akhir praktikum dilakukan dalam bentuk ujian tertulis. Penilaian akhir seperti itu tidak tepat, karena ujian tertulis bukan teknik penilaian yang sesungguhnya (authentic assessment) dari praktikum.
Selain penilaian psikomotorik, praktikum juga dapat digunakan sebagai cara untuk mendeteksi terjadi tidaknya miskonsepsi, yaitu melalui tanya jawab langsung tentang konsep-konsep yang sedang dipraktikumkan ketika peserta didik sedang melakukan praktikum. Melalui cara ini, jika terjadi miskonsepsi dengan segera dapat diperbaiki. Namun demikian, untuk melaksanakan pendeteksian miskonsepsi dengan cara ini diperlukan banyak orang yang bertugas untuk melakukan tanya jawab. Jika tanya jawab hanya dilakukan pada beberapa peserta didik dan tidak lengkap dari awal sampai akhir untuk setiap peserta didik, maka cara ini sangat tidak efektif untuk mendeteksi miskonsepsi seluruh peserta didik. Alternatif lain dari cara ini adalah pada akhir praktikum dicarikan waktu khusus untuk presentasi tiap-tiap peserta didik tentang konsep yang telah dipraktikumkan.
Contoh penerapan praktikum dengan tanya jawab pada materi titrasi asam basa :
Hal-hal yang dapat ditanyakan ketika peserta didik sedang melakukan praktikum :
1. Bagaimana cara Anda mengisikan larutan ke dalam buret? Mengapa harus menggunakan corong?
2. Bagaimana cara Anda melihat volum larutan dalam buret?
3. Kapan kita menambahkan indikator ke dalam erlenmeyer? Apa fungsi indikator?
Berdasarkan jawaban peserta didik, maka guru dapat menelusuri lebih lanjut dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam dari jawaban yang tidak sesuai. Dengan demikian akan dapat ditemukan terjadi tidaknya miskonsepsi pada peserta didik. Namun demikian, pertanyaan yang diajukan ketika peserta didik sedang melakukan praktikum akan mengganggu konsentrasi dan kelancaran jalannya praktikum.
Berdasarkan uraian kelima instrumen pendeteksi miskonsepsi tersebut menunjukkan bahwa setiap bentuk instrumen memiliki kelemahan di samping kelebihan yang ada. Dengan memperhatikan kelemahan dan mempertimbangkan bagaimana menutupi kelemahan yang ada, maka dalam penelitian ini akan dikem-bangkan instrumen pendeteksi miskonsepsi kimia berbentuk tes pilihan ganda dengan alasan setengah-terbuka. Bentuk ini dipilih mengingat instrumen tes pilihan ganda dengan alasan terbuka yang dikembangkan Amir, Frankl, & Tamir (1987: 20) memiliki kelemahan, yaitu dikhawatirkan banyaknya peserta didik yang tidak mengisi alasan dengan berbagai sebab. Demikian juga instrumen tes pilihan ganda dengan alasan tertentu yang telah disediakan yang dikembangkan Treagust (1987: 519) memiliki kelemahan, yaitu terbatasinya kebebasan mengungkapkan alasan di luar yang tersedia dan kemungkinan pilihan alasan yang hanya spekulatif. Jadi, instrumen tes pilihan ganda dengan alasan setengah-terbuka merupakan adaptasi dengan cara menggabungkan kedua bentuk instrumen yang dikembangkan oleh Amir dan Treagust agar kelemahan keduanya dapat diatasi.
Contoh instrumen tes pilihan ganda dengan alasan setengah-terbuka :
Diketahui reaksi setimbang : 2 SO3 (g) SO2 (g) + O2 (g) ∆H = - 45 kkal.
Pada suhu dan volum tetap, jika ke dalam campuran ditambah katalis, maka …
A. letak kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
B. letak kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
C. oksigen akan terurai.
D. letak kesetimbangan tidak berubah.
E. panas yang dibebaskan bertambah besar.
Alasan jawaban tes tersebut karena penambahan katalis :
A. tidak mempengaruhi letak kesetimbangan.
B. menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah produk.
C. menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaktan.
D. menyebabkan produk yang ringan terurai kembali.
E. memperbesar jumlah energi yang dibebaskan.
F. ...................................................................................................................................
Dengan memberikan tempat kosong pada option alasan diharapkan peserta didik memiliki kebebasan untuk mengungkapkan alasan selain yang disediakan. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan peserta didik merasa tidak setuju dengan semua option alasan yang telah tersedia, sehingga dia ingin mengungkapkan dengan bahasanya sendiri atau menambahkan option yang telah dipilih untuk memantapkan alasan. Seperti contoh di atas, alasan dari jawaban bahwa katalis ”tidak mengubah letak kesetimbangan” (D) adalah karena katalis tidak mempengaruhi letak kesetim-bangan (A), kemungkinan ada sebagian peserta didik yang ingin mengungkapkan dengan bahasanya sendiri, misal penambahan katalis ”hanya mempercepat tercapai-nya kesetimbangan” atau ”berfungsi pada awal reaksi sebelum kesetimbangan terca-pai”, maka mereka diberi kebebasan untuk mengungkapkannya. Pada penerapannya nanti, peserta didik diberitahu bahwa jawaban alasan juga akan diberi skor sendiri, artinya jawaban dan alasan masing-masing memperoleh skor. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan lebih serius dan termotivasi dalam mengerjakan, baik dalam menjawab tes maupun alasannya.
12 Komentar untuk "Cara Mendeteksi Terjadinya Miskonsepsi Kimia"
Maaf, kalau instrumen untuk mendeteksi miskonsepsi ikatan kimia pada siswa ada atau tidak?
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)
maaf mas... tidak ada.. tp kalau di uny sebenarnya banyak penelitian miskonsepsi kimia.
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)
maaf mas... tidak ada.. tp kalau di uny sebenarnya banyak penelitian miskonsepsi kimia.
maaf mas.. contoh nstrumen soal two thier utk struktur atom ada tidak?
Maaf mas....
Mau nanya buku tentang miskonsepsi kimia ada ga mas..,?
Makasih mas..:)
mas, tau tidak indikator untuk mengukur miskonsepsi sendiri itu apa selain pakai CRI ?
sangat membantu...trmksh
faeyzaalmairi@gmail.com
sangat membantu.
boleh minta file aslinya gak?
serta daftar pustaka atau sumber-sumbernya.
klo boleh bisa di kirim ke email saya
nanai12412@gmail.com
atas nama nasrul latif dari UPR
Terimakasih informasinya.. Sangat membantu
amonicayasya@gmail.com
Terimakasih informasinya.. Sangat membantu
amonicayasya@gmail.com
terima ksih informasinya
Dorami.af@gmail.com
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)