Translate

PENGGUNAAN LEARNING CYCLE (DAUR BELAJAR) PADA MATERI SEL ELEKTROLISIS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMEBALAJARAN KIMIA



Pendidikan bukan lah hal yang bisa dipandang dengan sebelah mata. Pendidikan adalah salah satu bagian vital dalam sektor kehidupan masyarakat. Pendidikan akan memberi imbas pada sektor kehidupan yang lain dan berperan penting dalam memajukan bangsa. Akan tetapi, Indonesia dihadapkan pada suatu kenyataan yang memprihatinkan. Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah apalagi jika dibandingkan dengan negara lain. Masalah yang mendasar adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang baik formal maupun informal.
Mutu pendidikan di Indonesia semakin hari semakin memburuk. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah efektivitas, efisiensi, dan standardisasi pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari kualitas guru, sarana belajar, dan siswa-siswanya. Kualitas guru berperan besar dalam peningkatan mutu pendidikan karena guru dianggap sebagai orang yang telah mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa.

Akhir-akhir ini, banyak sekali guru-guru yang kurang berkompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain dan kekurangan dana. Banyak pula guru yang mengajar bukan pada kompetensinya atau dengan kata lain tidak sesuai dengan bidang dasar pendidikannya. Selain itu, kebanyakan guru kurang mampu meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran lebih bermakna.
Pendidikan efektif yang diinginkan adalah pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan tertentu yang diharapkan. Hal lain yang menyebabkan rendahnya tingkat efektivitas pendidikan di Indonesia adalah ketidak mampuan guru menyampaikan bahan  pengajaran dengan cara yang baik agar mudah dimengerti dan membuat peserta didik tertarik untuk memperhatikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan penerapan metode pembelajaran yang dapat membuat peserta didik tertarik dengan materi yang diajarkan. Sayangnya, kebanyakan metode yang diterapkan oleh guru adalah metode yang  kurang menuntut peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Akibatnya, pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa dan kurang dimengerti oleh siswa.
Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi. Materi tentu sangat berdekatan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Segala sesuatu yang manusia gunakan merupakan suatu materi. Ilmu Kimia adalah cabang dari ilmu pengetahuan alam, sehingga Kimia dapat mencakup semua aspek kehidupan makhluk hidup.
Banyak orang yang belum mengetahui apa sebenarnya yang dipelajari dalam Ilmu Kimia. Hal tersebut memunculkan kesan sulit pada Ilmu Kimia. Selain itu, Kimia tergabung dalam Ilmu Eksak yang sulit dimodifikasi teknik atau cara penyampaiannya sehingga banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran Kimia.
Kimia merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga hasil belajar Kimia belum mencapai hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagian orang menganggap Kimia hanya berisi angka-angka yang rumit dan sulit dihitung, monoton dan tidak fleksibel. Selain anggapan yang salah tentang isi dari Ilmu Kimia, ketidak tahuan tentang manfaat Ilmu Kimia juga menjadi faktor penyebab rendahnya ketertarikan masyarakat terhadap Ilmu Kimia. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan Kimia menjadi momok yang menakutkan bagi banyak siswa.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah maupun pendidik, akan tetapi belum mampu meningkatkan hasil belajar Kimia yang lebih baik. Masih perlu beberapa upaya lagi dalam peningkatan pemahaman siswa terhadap ilmu Kimia agar diperoleh hasil belajar yang lebih baik. Peningkatan kualitas pembelajaran Kimia selain diitekankan pada penguasaan konsep juga ditekankan pada keterampilan generik sains inferensi logika, sebab keterampilan berpikir generik inferensi logika sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan berdasarkan teori,prinsip, dan aturan-aturan yang telah teruji secara ilmiah. Keterampilan inferensi logika adalah kemampuan generik untuk dapat mengambil kesimpulan baru sebagai akibat logis dari hukum, prinsip, dan aturan dahulu dengan atau tanpa melakukan percobaan.
Selama ini, pembelajaran masih didominasi oleh peran guru (teacher centered). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memilih model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif (student centered). Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran menuntut siswa berpikir secara kritis dan memberikan pengalaman belajar yang baik dalam memahami konsep-konsep Kimia terlebih yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.
Salah satu materi Kimia yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari adalah materi sel elektrolisis. Selain itu, materi sel elektrolisis memiliki kompetensi dasar yaitu menjelaskan reaksi oksidasi-reduksi dalam sel elektrolisis, maka dalam pelaksanaannya siswa perlu melakukan percobaan dalam memahami konsep tersebut secara tepat. Konsep sel elektrolisis sulit dipahami sehingga siswa cenderung menghafal sel elektrolisis. Keadaan demikian tentu tidak diharapkan dalam pembelajaran Kimia karena menyalahi hakekat pembelajaran Kimia sebagai produk dan proses.
Bertolak dari hal tersebut, perlu adanya alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pemahaman konsep sel elektrolisis. Salah satu model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan pada materi ini adalah  adalah model siklus belajar (learning cycle) hipotesis deduktif. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa menemukan sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru.
Dilihat dari dimensi guru, penerapan siklus belajar memberi keuntungan karena mendorong guru memperluas wawasannya dan lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran IPA. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa penerapan siklus belajar akan memberi banyak  keuntungan pula.
Learning Cycle tepat digunakan karena sesuai dengan teori belajar Piaget , teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi. Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah. Dalam model Learning Cycle, siws diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda.
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekadar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam teori behaviorisme, tetapi merupakan proses penerimaan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan mudah diingat oleh siswa. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran Kimia diharapkan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Learning Cycle merupakan atrategi yang tepat karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.
Learning Cycle dilaksanakan melalui beberapa tahapan dalam pembelajaran. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti Learning Cycle, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
Efektivitas implementasi Learning Cycle biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan. Berdasarkan uraian tersebut, penerapan model siklus belajar dalam pembelajaran Kimia dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Kimia. Dalam perkembangannya, model siklus belajar atau Learning Cycle terbagi menjadi beberapa model antara lain model 3e, 5e, dan 7e.

PEMBAHASAN
Pengertian Learning Cycle
Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah  suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa  (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application). Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pebelajar mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari. Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving (menyelesaikan problem-problem nyata yang berkaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut.. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi. Efektifitas implementasi Learning Cycle biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.

Keuntungan menggunakan metode Learning Cycle antara lain:
1.      Meningkatkan motivasi siswa karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran
2.      Membantu mengembangkan sikap ilmiah dan ketrampilan proses siswa
3.      Pembelajaran lebih bermakna karena siswa secara langsung mengalami proses pemerolehan konsep dan memahami aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
Kelemahan menggunakan metode Learning Cycle antara lain:
1.      Tujuan pembelajaran tidak tercapai jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada siklus belajar
2.      Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan menerapkan kegiatan pembelajaran
3.      Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisir
4.      Memerlukan waktu dan tenaga lebih banyak dalam menyusun rencana dan pelaksanaan pembelajaran
Kaitan Learning Cycle dengan teori Konstruksivisme
Pada dasarnya salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme   sebagai filosofi pendidikan mutakhir menganggap semua peserta didik mulai dari usia TK sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan sendiri tentang lingkungan dan peristiwa atau gejala alam sekitarnya, meskipun gagasan ini kadang-kadang salah. Mereka senantiasa mempertahankan gagasan atau pengetahuan secara kokoh sebagai suatu kebenaran. Hal ini berlangsung karena gagasan atau pengetahuan yang dimiliki peserta didik ini terkait dengan pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam, wujud “schemata” (struktur kognitif) dalam benak siswa. Esensi dari teori konstruktivisme   adalah siswa harus secara individual menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Belajar menurut teori ini adalah membangun pengetahuan dari kegiatan, refleksi, dan interpretasi serut pemahaman oleh seseorang sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Dalam teori konstruktivisme, inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari apa yang diketahui siswa. Guru tidak dapat mendoktrinasi gagasan saintifik supaya peserta didik mampu mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non saintifik menjadi gagasan atau pengetahuan saintifik. Dengan demikian, yang menyusun perubahan gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator agar proses belajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat berlangsung dengan benar.
Menurut mulyati (2003), belajar berdasarkan paham konstruktivisme   adalah :
1.      Suatu proses dimana pengetahuan diperoleh dengan jalan mengaitkan informasi baru kepada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge) secara individual.
2.      Pengetahuan baru yang beragam tergantung pada bagaimana pengetahuan itu diperoleh.
3.      Internalisasi dari suatu pengetahuan terjadi bila seseorang menangkap informasi baru, dikaitkan dengan pengetahuan yang lama tidak cocok, terjadi miskonsepsi, suatu kondisi disequilibrium.
4.      Belajar merupakan konteks, sosial yang menstimulasi untuk mendapatkan kejelasan.
5.      Berbahasa memberi dorongan orang untuk berpikir.
Dalam penerapan pembelajaran yang berorientasi pada teori konstruktivisme   guru banyak bertanya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan atau mendemonstrasikan perbendaharaan pengetahuannya. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh guru hendaknya sesedikit mungkin menuntut para siswa untuk menghafal. Carr, yonasen, litzinger, dan marra (Iskandar, 2001) menyatakan pendekatan konstruktivisme   dalam pembelajaran lebih menjanjikan sebab:
a.       lebih memotivasi siswa dalam belajar sebab terfokus kepada siswa.
b.      mendorong siswa berpikir kritis.
c.       memungkinkan penggunaan gaya belajar yang berbeda-beda sebagai akibat dari fokus perhatian kepada siswa secara individual.
d.      mendorong siswa mencari informasi secara alami dan mandiri.
Pandangan konstruktivisme   tidak merekomendasikan model pembelajaran yang khusus. Akan tetapi, strategi pembelajaran yang muncul mencerminkan pandangan ini selalu menekankan peran guru sebagai fasilitator belajar dan siswa, sebagai peserta didik  yang aktif (student-centered).
Learning Cycle Model 3e
Strategi pembelajaran Learning Cycle model 3e dibagi dalam tiga tahap antara lain:
a.       Eksplorasi
b.      Identifikasi konsep
c.       Penerapan konsep
Dalam tahap eksplorasi, siswa dikenalkan pada pengalaman konkritdan relevan dengan konsep yang dipelajari. Pembelajaran dalam tahap ini dapat berupa kegiatan praktikum di laboratorium yang menjadi ciri khas pembelajaran kimia. Dalam tahap identifikasi konsep, siswa dikenalkan dengan konsep-konsep baru. Peran guru di samping mengenalkan konsep-konsep baru tadi adalah menjelaskan konsep-konsep baru dan istilah-istilah baru yang belum diketahui siswa. Dalam tahap penerapan konsep, siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru/situasi lain terutama dalam upaya menyelesaikan soal dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Jika diterapkan dalam materi sel elektrolisis, tahap eksplorasi dari Learning Cycle dapat dilakukan dengan percobaan elektrolisis larutan KI dan penyepuhan. Kedua jenis percobaan itu dipilih karena fakta-fakta hasil percobaan mudah diamati  dan diidentifikasi. Di samping itu melalui kedua jenis percobaan itu, berbagai ketrampilan proses seperti mengamati, menafsirkan, membedakan, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, menjelaskan, dan lain-lain dapat dilatihkan kepada siswa. Kedua jenis percobaan ini dalam Learning Cycle dapat digolongkan dalam tipe deduktif-hipotesis, di mana siswa tidak hanya mendeskripsikan hasil pengamatannya. Dengan cara demikian sesuai dengan teori belajar konstruktivisme diharapkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya dari hasil pengalaman belajarnya. Dampak dari hal ini adalah terjadi peningkatan kualitas pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari yaitu konsep sel elektrolisis.
Berikut jenis ketrampilan proses yang mungkin muncul dalam setiap tahap pada Penerapan Learning Cycle:

Tahap Eksplorasi
Tahap Identifikasi konsep
Tahap penerapan konsep
1.      Mengamati
2.      Mengidentifikasi
3.      Membedakan
4.      Mengklasifikasikan
5.      Menafsirkan
6.      Menerapkan
7.      Mengkomunikasikan
1.      Mengidentifikasikan
2.      Membedakan
3.      Menerapkan
4.      Mengkomunikasikan
5.      Menjelaskan
6.      Menyimpulkan
1.      Menerapkan
2.      Mengkomunikasikan
3.      Menyimpulkan

Learning Cycle model 5e
Pada Learning Cycle model 5e, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration, karena itu Learning Cycle model 5 fasa sering dijuluki Learning Cycle model 5e (engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation).
Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Pada fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.
Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. Pada fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut.
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, Learning Cycle dapat diimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sain maupun sosial.
Learning Cycle Model 7e
Learning Cycle  merupakan  model pembelajaran kontruktivisme yang awalnya model ini memilih tiga fase  yaitu exploitation (mengidentifikasi), invention (menemukan) dan discovery (penemuanm kembali), yang kemudian istilahnya diganti dengan exploration (mejelajahi), concept introduction (pengenalan konsep) concept aplication  (mengaplikasi konsep). walaupun istilah ini digunakan untuk ketiga fase ini berbeda akan tetapi tujuan dan pedagoginya masih tetap sama. model tersebut selanjutnya dikembangkan dan dirinci lagi menjadi lima fase yang dikenal denga sebutan model 5e yaitu engage (invitasi), exploration (menjelajahi/menyelidiki), explanation (penjelasan), elaboration (pengembangan) dan evaluation (evaluasi). Setiap fase memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk menyumbang proses belajar dikaitkan dengan asumsi tentang aktivitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.
Seiring perkembangan zaman, siklus belajar model 5e berkembang menjadi model 7e yang menekankan transfer pembelajaran dari pengetahuan awal.  Kadang-kadang model pembelajaran harus dapat diubah untuk mempertahankan nilai setelah informasi baru, wawasan baru dan pengetahuan yang baru disusun. Dengan kesuksesan siklus belajar model 5e bahwa model 5e dapat dipeluas lagi menjadi model 7e. Dari siklus belajar model 5e ini di mana fase engage berkembang menjadi dua yaitu engage dan elicit. Demikian juga halnya pada fase elaborate dan evaluate berkembang menjadi tiga yaitu elaborate, extend dan evaluate, sehingga pada model 7e  ini didapatkan engage, elicit, explore, explain, elaborate, extend dan evaluate. Perubahan ini tidak untuk mempersulit tetapi untuk memastikan bahwa guru tidak mengabaikan fase penting dalam  pembelajaran.
Dalam ilmu pengetahuan kognitif menunjukkan bahwa  menemukan merupakan fase penting dari proses pembelajaran di tunjukkan bahwa siswa yang pintar adalah ahli dalam mentransfer pelajaran daripada siswa yang baru belajar . Fase engage pada model 5e dimaksudkan untuk menarik perhatian siswa dengan mengajukan pertanyaan dan menemukan pola pikir siswa serta mengakses pengetahuan awal.
Pada model 7e fase ini guru mengakses pengetahuan siswa dan membangkitkan antusias siswa. Guru membangkitkan minat belajar siswa untuk tertarik dan siap untuk belajar. Setelah mengetahui pengetahuan awal siswa maka guru mengajukan pertanyaan mengenai konsep yang akan dipelajari, kemudian guru untuk menemukan pengetahuan yang sebenarnya mengenai konsep yang akan dipelajari. Pada fase elicit ini siswa menemukan pengetahuan untuk memastikan apakah siswa sudah mengetahui pelajaran yang akan dipelajari. Perluasan model 5e ini engage menjadi engage dan elicit bukanlah untuk mengubah fase engage menjadi elicit melainkan fase elicit bertujuan untuk melanjutkan, merangsang dan membuat siswa tertarik pada pelajaran yang akan dipelajari. Fase elicit harus dipisah karena fase ini penting pada siklus belajar. Fase explore (menjelajahi) pada siklus belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengobservasi, mengisolasi variabel, merencanakan penyelidikan menginterpretasikan hasil dan mengembangkan hipotesa dan mengorganisir kesimpulan. guru dapat mengarahkan dan memberikan pengaruh umpan balik dan menilai pemahaman yang mereka temukan benar, separuh benar atau salah. Fase explain dimana siswa menjelaskan dan meringkas hasil yang diperoleh dan membedakan konsep yang mereka ketahui dengan hasil eksplorasi yang ditemukan. pada fase elaborate siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan. alam hal ini siswa dapat membangkitkan pertanyaan baru untuk mengetahui penyelidikan selanjutnya. Pada fase elaborate terdapat transfer pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya penambahan fase ini yaitu fase extend  dimana siswa mengembangkan hasil elaborate dan menyampaikannya kembali untuk melatih siswa bagaimana mentransfer pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pada fase evaluate merupakan siklus lanjutan untuk mengevaluasi pengetahuan siswa. Dalam hal ini siswa juga diminta untuk menyimpulkan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebagai bagian penilaian mereka kemudian kembali ke fase elicit yang merupakan suatu evaluasi formatif  di mana guru menilai kegiatan selama eksplorasi dan explanasi.
 Dengan model 7e ini guru dapat memperoleh pemahaman baru dengan memberikan kesempatan siswa mentransfer pelajaran. yang merupakan tujuan dari siklus belajar model 7e yaitu untuk menekankan pentingnya peningkatan pengetahuan dan pengembangan konsep yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.  Pada fase elicit guru menemukan bahwa pengetahuan siswa berbeda dengan pengembangan konsep yang dimaksudkan.
Tiga macam siklus belajar yaitu menjelaskan keadaan : deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif. Dalam siklus belajar deskriptif para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), guru memberi nama pada pola itu (pengenalan konsep), kemudian pola itu di tentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi). Siklus belajar deskriptif menjawab pertanyaan apa tetapi tidak menimbulkan pertanyaan  mengapa.
Dalam siklus belajar empiris-induktif para siswa juga menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya menemukan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Bentuk siklus hipotesis-deduktif, dimulai dengan pernyataan berupa suatu pertanyaan sebab. Para siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis) yang mungkin terhadap pertanyaan itu. Selanjutnya para. siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis ini (eksplorasi). Konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan (pengenalan konsep), dapat diterapkan pada situasi-situasi lain di kemudian hari (aplikasi konsep). Dari ketiga bentuk siklus belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk siklus belajar hipotesis-deduktiflah yang sesuai siklus belajar model7e.

Tahap VII
Mengevaluasi pengetahuan yang ditemukan siswa




Tahap VI
Menyampaikan pengembangan konsep yang ditemukan

Tahap I
Mengidentifikasi pengetahuan awal siswa



Tahap V
Menerapkan pemahaman yang dikembangkan dalam konsep berbeda

Tahap II
Menemukan dan mengidentifikasi konsep




Tahap IV
Menjelaskan pemahaman konsep yang baru

PENUTUP
Kesimpulan

            Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah  suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa  (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
2.      Penggunaan siklus belajar atau Learning Cycle dalam pembelajaran kimia tentunya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada materi sel elektrolisis.
3.      Meningkatnya kualitas pembelajaran tersebut karena dalam Learning Cycle keterampilan proses sangat diutamakan.
4.      Metode Learning Cycle dapat diterapkan pada materi yang memiliki jam pelajaran yang panjang agar dapat terlihat tingkat kualitas hasil belajar siswa.
5.      Kelebihan dari metode ini, siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajarannya sehingga materi yang diterima akan lebih bermakna dan mudah dimengerti karena berasal dari pengalaman belajarnya sendiri.
6.      Kelemahan dari metode ini, membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk melihat peningkatan kualitas hasil belajar siswa.

Related Post:

1 Komentar untuk "PENGGUNAAN LEARNING CYCLE (DAUR BELAJAR) PADA MATERI SEL ELEKTROLISIS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMEBALAJARAN KIMIA"

Selamat malam..Dapatkah saya mendapatkan artikel ini?

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top