Sejumlah besar abu layang dihasilkan dari pembakaran batubara di pembangkit listrik dan sekitar 500 juta ton abu layang pertahun dibuang di seluruh dunia. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Paiton mengkonsumsi batubara sebanyak 14.000 ton/hari. Limbah yang dihasilkan berupa abu layang dan abu dasar sebanyak 4.000 ton/hari.
Abu layang bersifat pozzolanik setelah direaksikan dengan batu kapur, oleh karena itu sekitar 20 % abu layang digunakan dalam aplikasi yang berhubungan dengan bahan-bahan bangunan. Namun abu layang yang masih belum dimanfaatkan menyebabkan ancaman terhadap lingkungan karena mempunyai struktur yang halus dan beracun. Oleh karena itu sangat diperlukan teknik yang lebih efektif untuk mengubah abu layang menjadi bahan yang lebih berharga (Wang dkk, 2007). Abu layang mengandung bahan amorf aluminosilikat, sehingga bisa digunakan untuk pembuatan zeolit, yang merupakan salah satu teknik yang sangat menjanjikan selama beberapa tahun terakhir (Wang dkk, 2007). Zeolit dapat dimanfaatkan untuk beragam kegunaan seperti katalis, absorben logam berat, sumber tukar kation, serta penyaring molekul berdasar perbedaan ukuran bentuk molekul (Smart dkk, 1993), dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai builder detergen (Hui dkk, 2006).
Banyak peneliti yang mensintesis berbagai jenis zeolit dari abu layang, seperti zeolit Na-P1, zeolit A, zeolit X, zeolit ZSM-5, dan lain-lain dengan menerapkan berbagai metode sintesis. Zeolit A dalam bentuk murni dengan kristalinitas yang tinggi dapat disintesis melalui perlakuan hidrotermal dari abu layang batubara. Rayalu (1999) mensintesis zeolit A dengan mencampur abu layang dengan NaOH (rasio 1:1.2) kemudian dilakukan reaksi fusi pada temperatur 500-600° C selama 1-2 jam. Reaksi hidrotermal atau kristalisasi dilakukan pada temperatur 90-110° C selama 2-4 jam. Sintesis zeolit A murni dengan kristalinitas yang tinggi dan waktu kristalisasi yang pendek merupakan parameter yang penting untuk aplikasi di industri.
Pada rangkaian penelitian sebelumnya, Sudarno (2007) menerapkan pengaruh komposisi NaOH untuk mensistesis zeolit A murni dari abu layang batubara Paiton. Perbandingan NaOH/abu layang yang didapatkan adalah 1,4. Tri wahyuni dkk (2007) menerapkan perubahan temperatur selama reaksi fusi alkali dengan abu layang untuk mensistesis zeolit Na-A dari abu layang. Zeolit Na-A telah berhasil disintesis dari abu layang batubara Paiton melalui metode fusi alkali pada suhu 450 °C dengan menggunakan NaOH sebagai pengaktivasi Si dan Al. Kristalisasi dilakukan pada suhu 100 ° C selama 3 jam. Lebih jauh lagi pengaruh waktu kristalisasi yang berbeda terhadap kristalinitas dan nilai calcium binding capacity (CBC) dari zeolit A pada sintesis zeolit A murni dari abu layang batubara Paiton belum dilaporkan.
Pada paper ini mempelajari waktu kristalisasi yang optimum untuk mengkonversi abu layang batubara Paiton menjadi zeolit A murni dengan kristalinitas yang tinggi.
2. Eksperimen
2.1. Preparasi Sampel
Sumber abu layang atau abu layang batubara diambil dari PLTU Paiton-Probolinggo (Abu layang batubara Paiton), abu layang batubara dipanaskan 105oC dalam oven listrik selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Abu layang dikarakterisasi menggunakan metode XRF untuk mengetahui komposisi kimianya dan XRD untuk mengetahui fasa mineralnya.
Abu layang ditambah 5 M HCl dengan perbandingan HCl dan abu layang (10:1 (L/S)) dalam gelas beker. Kemudian dipanaskan dalam penangas air pada temperatur 80°C selama 3 jam dan distirer konstan 300 rpm. Kemudian larutan disaring, dicuci dengan air distilasi dan yang terakhir dikeringkan pada temperatur 100°C untuk penggunaan selanjutnya. Abu layang batubara hasil perlakuan ditambah padatan NaOH dengan perbandingan massa NaOH dan abu layang (21:15 w/w atau 1,4) dan dimasukkan ke dalam stainlessteel krusibel hingga rata. Campuran dimasukkan furnace untuk dilakukan reaksi fusi pada temperatur 450ºC selama 2 jam. Produk fusi digerus dan kemudian ditambah dengan 127,5 ml air destilat. Campuran diaduk dengan magnetik stirer dalam botol polietilen selama 24 jam pada suhu kamar untuk mendapatkan Si dan Al terlarut. Campuran difiltrasi dan diambil filtratnya sebagai larutan sumber Si dan Al. Filtrat diambil sebagian untuk dianalisa konsentrasi Si, Al dan Na terlarutnya.
Gel dipreparasi dari pencampuran 100 ml filtrat yang sudah diketahui konsentrasi Si, Al, dan Na nya dengan larutan NaAlO2-NaOH sebagai sumber Al tambahan. Larutan NaAlO2-NaOH dibuat dari NaAlO2 dengan 22.5ml larutan NaOH 1,67 M dengan pengadukan selama 15 menit. Komposisi Penambahan NaAlO2-NaOH disesuaikan komposisi rasio SiO2/Al2O3 = 1,64. Pencampuran filtrat dengan larutan NaAl2O-NaOH dilakukan dengan pengadukan selama 30 menit hingga didapatkan gel homogen. Gel dimasukkan dalam autoklaf stainless steel untuk reaksi hidrotermal pada temperatur 100°C selama waktu yang telah ditentukan. Padatan hasil kristalisasi dipisahkan dari filtratnya, dicuci dengan aquademin sampai pH 10 - 11 dan dikeringkan pada suhu 95°C selama 24 jam kemudian ditimbang.
2.2. Karakterisasi
Identifikasi kristalinitas padatan dilakukan dengan metode difraksi sinar-X dengan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, voltase 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ= 5–50º. Spektra IR produk diukur dengan teknik pelet KBr menggunakan spektrofotometer inframerah pada bilangan gelombang 400-1400 cm-1. Kapasitas Pengikatan Kalsium (CBC) dilakukan menurut metode Rayalu dkk., (2001). Larutan Ca awal dibuat dengan melarutkan 0,67 gram CaCl2.2H2O dan 0,04 gram NaOH dengan aquades. Campuran diencerkan sampai volume 1 liter sehingga didapatkan larutan Ca awal dengan pH 11. Padatan (zeolit) ditimbang 0,25 gram dan dimasukkan dalam 250 ml Larutan Ca lalu diaduk dengan pengaduk magnetik (300rpm) selama 15 menit. Campuran disaring menggunakan kertas saring Wathman. Larutan awal dan filtrat dianalisa konsentrasi Ca2+ nya menggunakan metode ICP Spectrometry untuk mengetahui nilai CBC nya.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Proses Fusi Alkali
Penelitian ini menggunakan metode fusi alkali dengan natrium hidroksida sebagai aktivatornya. Metode fusi alkali merupakan metode konvensional yang digunakan untuk mengekstrak silikon dan aluminium dari suatu material. Data hasil analisa Difraksi sinar-X (Gambar 1) menunjukkan bahwa puncak kuarsa dan mulit pada abu layang batubara hilang dan muncul puncak-puncak baru, hal ini menandakan bahwa kuarsa dan mulit bereaksi dengan sodium hidroksida membentuk sodium silikat (Na2Si4O9) (4= No.PDF16-0818), sodium silikat (Na2SiO3) (4*=No.PDF 38-0020), sodium aluminosilikat (5=No.PDF 33-1204) dan sodium aluminosilikat (NaAlSiO4) (5*=No.PDF 37-0072) dengan sistem orthorombik. Produk fusi yang didapatkan berupa padatan berwarna kehijauan yang menunjukkan masih adanya komponen besi dalam produk fusi.
Gambar 1. Hasil analisa Difraksi sinar-X (A) abu layang awal, (B) abu layang hasil leaching, (C) produk fusi
3.2 Pelarutan Si dan Al dari Produk Fusi
Produk fusi yang telah didapatkan selanjutnya diperam (aging) untuk melarutkan sodium silikat dan sodium aluminat yang berada pada produk fusi. Proses yang terjadi adalah sebagai berikut :
Na2SiO3 (s) + H2O (l) Na2SiO3 (aq)
Na2AlO2 (s) + H2O (l) Na2Al(OH)4 (aq)
Aluminosilikat amorf tetap berada pada padatan abu layang batubara (abu layang desilicated) sedangkan ion aluminat dan ion silikat berada pada larutan alkali. Oleh karena itu untuk mengekstraksi aluminosilikat amorf dilakukan aktivasi dengan larutan sodium hidroksida (NaOH). Campuran yang didapatkan difiltrasi. Filtrat yang didapatkan kemudian dianalisa menggunakan ICP-Spectrometer, dan diketahui bahwa konsentrasi komponen-komponen dalam filtrat, diantaranya SiO2 (16232 ppm atau 0.027 mol), Al2O3 (2664 ppm atau 0.003 mol), dan Na2O (119557 ppm atau 0.193 mol).
Pada penelitian ini rasio molar SiO2/Al2O3 yang digunakan untuk sintesis zeolit sebesar 1,64. Data hasil ICP-Spectrometer menunjukkan bahwa rasio molar SiO2/Al2O3 dari filtrat yang dihasilkan sebesar 10,38. Oleh karena itu dibutuhkan sumber Al tambahan untuk mengontrol rasio molar SiO2/Al2O3 menjadi 1,64.
3.3 Sintesis Zeolit A dari Abu Layang Batubara
3.3.1 Proses Sintesis Zeolit A
Filtrat yang dihasilkan dari pelarutan produk fusi selanjutnya digunakan untuk sintesis zeolit A. NaAlO2-NaOH adalah senyawa yang digunakan untuk penambahan sejumlah mol aluminium, yang dibuat melalui reaksi :
NaAlO2(aq) + NaOH(aq) à NaAlO2-NaOH(aq)
Filtrat yang dihasilkan dari pelarutan produk fusi ditambahkan kedalam larutan NaAlO2-NaOH kemudian distirer selama 15 menit. Gel yang telah didapatkan selanjutnya dikristalisasi dengan metode hidrotermal pada temperatur 100°C selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Pemilihan temperatur hidrotermal pada 100 °C merujuk pada Wang dkk., (2008) yang juga menjelaskan bahwa jika kristalisasi dilakukan pada temperatur diatas 100°C maka zeolit yang tebentuk memiliki jumlah silika yang lebih banyak. Zeolit yang mengandung silika dalam jumlah yang besar maka mempunyai muatan negatif yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan zeolit yang memiliki jumlah Al lebih banyak, sehingga ion Na+ berjumlah sedikit. Jika demikian maka kemampuan zeolit tersebut sebagai penukar kation akan semakin rendah. Proses kristalisasi dapat ditunjukkan sebagai berikut:
NaOH (aq) + NaAl(OH)4 (aq) + NaSiO3 (aq) [Nax(AlO2)x(SiO2)x.NaOH.H2O]
Nap[(Al2O)p(SiO2)q].h H2O (kristal dalam suspensi)
Na2O : SiO2 : Al2O3 : H2O 0.2311 0.027 0.0164 12.361
Komposisi Molar Gel padatan:
Anion silikat (SiO4¯) bereaksi cepat dengan prekursor Al(OH)4- membentuk senyawa aluminosilikat. Dalam larutan alkali, aluminium memberi muatan negatif [Al(OH)4]¯ tetrahedral, struktur yang lain bergabung dengannya membentuk kerangka zeolit selama perlakuan hidrotermal (Ojha, dkk, 2004). Gel hasil kristalisasi selanjutnya difiltrasi. Padatan yang didapatkan selanjutnya ditimbang. Semakin lama waktu yang digunakan, jumlah padatan yang dihasilkan juga bertambah. Tetapi setelah 3 jam, jumlah padatan menurun.
3.3.2 Pengaruh Waktu Kristalisasi dalam Sintesis Zeolit A
Pembentukan struktur zeolit A bisa dijelaskan dari kinetika kristalisasinya yang dipengaruhi oleh rasio molar komposisi gel awal (misalnya rasio molar SiO2/Al2O3 dan Na2O/H2O). Hui dan Chao menemukan bahwa sintesis zeolit A bergantung pada temperature sintesis, waktu kristalisasi, rasio molar komposisi gel awal.
Gambar 2 menunjukkan hasil analisa padatan menggunakan teknik difraksi sianr-X. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa puncak-puncak difraksi padatan hasil sintesis identik dengan puncak difraksi zeolit A standar pada data PDF nomor 39-0222. Sehingga hasil analisa tersebut membuktikan bahwa zeolit A berhasil disintesis dari abu layang batubara Paiton dengan rasio SiO2/Al2O3=1,64. Pada Gambar 2 dapat diketahui pengaruh waktu kristalisasi terhadap produk zeolit A. Terlihat bahwa produk 1 jam tidak terbentuk zeolit A. Pada waktu 2 jam kristal zeolit A sudah terbentuk tetapi muncul puncak yang lain yaitu hidroksi sodalit (HS). Pada waktu kristalisasi 4 jam muncul dua puncak selain zeolit A yang mana kedua puncak tersebut menunjukkan puncak dari hidroksi sodalit (HS). Pada waktu kristalisasi 5 jam, hasil menunjukkan puncak baru yaitu puncak zeolit X selain HS dan produk utama zeolit A. Tetapi zeolit A murni tanpa pembentukan zeolit jenis lain hanya didapatkan pada waktu kristalisasi 3 jam.
Gambar 2. Pola difraktogram sinar-X pada waktu hidrotermal 1, 2, 3, 4, dan 5 jam
Tabel 1. Kristalinitas zeolit A dan Kapasitas Tukar Kationnya (CBC)
Waktu kristalisasi | 2θ | Intensitas (cps) | Kristalinitas (%) | Nilai CBC (meq/100g) |
1 jam | 30,13 | 182 | 9 | 253,83 |
2 jam | 29,97 | 1804 | 85 | 345,25 |
3 jam | 29,96 | 2127 | 100 | 349,06 |
4 jam | 29,99 | 1430 | 67 | 335,01 |
5 jam | 29,96 | 843 | 40 | 263,37 |
3.3.3 Hasil Spektroskopi Inframerah (FT-IR)
Karakterisasi dengan FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus dari struktur dari padatan yang terbentuk. Pada penelitian ini struktur padatan diamati pada daerah 400-1400 cm-1 (daerah pertengahan IR) karena puncak-puncak spesifik zeolit A teramati pada range tersebut. Analisa dilakukan dengan metode pellet menggunakan KBr. Gambar 3 menunjukkan spektra IR dari produk yang dihasilkan pada masing-masing waktu kristalisasi. Spektra IR yang terbentuk pada produk terdiri dari empat pita serapan utama yaitu 1005-1008, 657-656, 552-559, 465-468 cm-1. Pita serapan pada 1005, 1007, 1008 cm-1 merupakan vibrasi ulur asimetri (Si-O-Al) tetrahedra internal TO4, 656 dan 657 cm-1 merupakan vibrasi ulur simetri, 455, 458, 465 cm-1 merupakan bending (Si-O-Si) atau (O-Si-O). Pita serapan pada 552, 557, 558, dan 559 cm-1 merupakan cincin ganda empat anggota (D4R). Puncak-puncak pita serapan tersebut sesuai dengan pita serapan pada zeolit A yang dilaporkan oleh Tanaka dkk, (2006).
Gambar 3. Spektra FT-IR hasil sintesis (A) 1, (B) 2, (C) 3, (D) 4, (E) 5 jam
3.3.4 Uji Kapasitas Pengikat Kalsium (CBC)
Zeolit A mempunyai kemampuan untuk menukar ion Na+ dengan ion Ca2+ dalam air sehingga dapat diaplikasikan sebagai builder detergent (Chandrasekhar dkk, 2007). Untuk megetahui nilai tukarnya maka dilakukan uji CBC. Pada penelitian ini metode penentuan CBC mengacu pada metode penelitian yang telah dilakukan oleh Rayalu dkk., (2001). Zeolit A di tambahkan ke dalam larutan Ca kemudian dilakukan pengadukan selama 15 menit untuk mencampur larutan Ca dengan zeolit A sehingga proses pertukaran ion antara Ca2+ dengan Na+ dapat terjadi secara maksimal. Hasil penentuan nilai CBC pada masing-masing zeolit A ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kristalinitas zeolit A maka nilai CBC juga semakin tinggi. Kristalinitas tertinggi didapatkan pada waktu hidrotermal 3 jam dengan nilai CBC sebesar 349,06 meq/100 g.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Zeolit A murni didapatkan pada waktu 3 jam. Kristalinitas tertinggi didapatkan pada saat 3 jam dengan nilai CBC 349,06 meq/100g. Sehingga waktu kristalisasi yang paling optimum untuk sintesis zeolit A murni dari abu layang batubara paiton yaitu 3 jam.
Daftar Pustaka
Hui, K. S., Chao, C. Y. H. 2006. Journal of Hazardous Material B. 137, 401-409.
Rayalu, S.S., Udhoji, D. S., Meshram, S. U., Naidu, R. R., Devota, S. 1999. National Env Eng Res Institut, Nagpur, India.
Sudarno, Wahyuni, T. dan Prasetyoko, D. 2008. Seminar nasional kimia. Surabaya.
Tanaka, H*., Sakai, Y., Hino, R. 2002. Departement of Material Science, 1873-1884.
Wahyuni T. dan Prasetyoko. 2009. Seminar fundamental teknik kimia, Surabaya.
Wang, C, F, Li, J, S, Wang, L, J, Sun, X, Y. 2007. Journal of Hazardous Materials. 58–64
0 Komentar untuk "KRISTALISASI ZEOLIT A MURNI DARI ABU LAYANG BATUBARA PAITON MENGGUNAKAN METODE FUSI ALKALI : PENGARUH WAKTU HIDROTERMAL"
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)