Translate

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pengelolaan Pembiayaan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ialah “bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan” (Jalal dan Supriadi, 2001: 160). Terselenggaranya MBS di Indonesia setelah dilakukan kajian oleh Kelompok Kerja Manajemen Berbasis Sekolah (Pokja MBS) sejak tahun 1998 hingga 1999 sebagai respon atas laporan Bank Dunia mengenai kondisi pendidikan di Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 1998. Dalam laporannya, Bank Dunia menyampaikan berbagai hambatan-hambatan institusional dalam pendidikan di Indonesia. Dalam bukunya, Jalal dan Supriadi medeskripsikan hambatan-hambatan tersebut yaitu:

1.      Pengorganisasian pendidikan dasar yang kompleks

2.      Implementasi manajemen yang sentralistik pada tingkat SMP

3.      Penganggaran yang terpecah-pecah dan kaku

4.      Manajemen pada tingkat sekolah yang kurang efektif

Dengan berlandasakan pada hal tersebut, pemerintah kemudian mulai menerapkan Program MBS di Indonesia. Dipaparkan dalam Panduan Nasional Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, dan Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar tahun 2013 bahwa MBS di Indonesia dirintis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beserta Pemerintah Daerah dengan bantuan The United Nations Childern’s Fund (UNISEF), United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sejak tahun 1999 di 7 kabupaten pada 4 provinsi.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ialah bentuk otonomi manajemen pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan. Hal ini tertuang dalam penjelasan pasal 51 ayat (1) UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Esensi dari MBS ialah memberikan otonomi sekolah dalam rangka peningkatan mutu sekolah. Sehingga dengan menerapkan MBS, sekolah dapat mengelola secara mandiri sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kultur masing-masing sekolah. Sekolah, dengan MBS juga memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek demi tercapainya tujuan pendidikan pada masing-masing sekolah.

Ditinjau dari komponennya, manajemen sekolah meliputi beberapa komponen. Diantaranya ialah:

1.      Kurikulum dan pembelajaran

2.      Peserta didik

3.      Pendidik dan tenaga kependidikan

4.      Pembiayaan

5.      Sarana dan prasarana

6.      Hubungan sekolah dan masyarakat

7.      Budaya dan lingkungan sekolah

Implementasi MBS dalam dunia pendidikan Indonesia memiliki tujuan. Tujuan umum diselenggarakannya MBS ialah untuk meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong keikutsertaan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu sekolah.

Mengingat bahwa MBS ialah bentuk implementasi pengelolaan pendidikan dengan otonomi pihak sekolah yang cukup besar, maka diberlakukan beberapa prinsip didalamnya. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 ayat (1). Prinsip-prinsip tersebut ialah:

1.      Kemandirian

2.      Keadilan

3.      Kemitraan

4.      Partisipatif

5.      Keterbukaan

6.      Efisiensi

7.      Akuntabilitas

Bersamaan dengan ditetapkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Indonesia, MBS mulai diimplementasikan di Indonesia. Berbagai pengaruh dan dampak terjadi setelah menerapkan MBS, baik pengaruh dan dampak positif maupun negatif.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, seperti penelitian Indradno yang dilakukan di enam kecamatan di Jawa Tengah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas penyelenggaraan pendidikan sebelum diterapkannya MBS dan sesudahnya (Indradno, 2002: 131). Pelatihan MBS di Jawa Tengah juga telah membawa perubahan sekolah. Misalnya dalam pembelajaran, telah menumbuhkan kesadaran ke[ala sekolah, guru, dan masyarakat tentang perlunya diciptakan suasana penyenangan dalam proses pembelajaran (Tilaar, 2002; 375-377). Dalam proses pembelajaran juga mengalami perubahan yang mendasar setelah menerapkan MBS. Metode pembelajaran yang digunakan guru semakin bervariasi. Suasana kelas menajdi menyenangkan dan aktif, siswa berani dan suka bertanya, gutu tidak mendominasi pembelajaran tapi berperan sebagai fasilitator (Subakir dan Supari, 2001: 34).

Namun secara mengejutkan penelitian yang dilakukan Indonesian Corruption Watch dalam Irawan at.all (2004: 71) terhadap implementasi MBS di DKI Jakarta menunjukkan bahwa capaian pelaksanaa kebijakan MBS tidak terwujud. Penelitian itu menghasilkan lima temua yaitu:

a.       Implementasi MBS masih berasal dari atas kebawah (top down)

b.      Kebijakan MBS belum dipahami baik oleh gurgu maupun masyarakat

c.       Biaya sekolah semakin mahal

d.      Anggaran 10 Pendapatan dan Belanja Sekolah yang tidak partisipatif

e.       Korupsi di sekolah merajalela

Kegagalan ini karena selain strategi implementasi MBS yang buruk juga karena kurang memperhatikan kondisi struktur dan kultur masyarakat sehingga implementasi MBS memunculkan efek negatif yaitu semakin mahalnya biaya sekolah.
0 Komentar untuk "Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pengelolaan Pembiayaan"

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top