Translate

Analisis Satuan Biaya Pendidikan Menengah Kejuruan di SMK

Dewasa ini pendidikan menjadi sorotan utama masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh adanya perubahan kebijakan sosial, perubahan politik, perubahan budaya, dan perubahan ekonomi yang mempengaruhi kebutuhan masyarakat yang mengedepankan efektifitas dan efisiensi. Tuntutan kebutuhan masyarakat pada akhirnya mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia. UU no 2 tahun 1989 pasal 2 tentang Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, kini mengalami pergesaran dengan disahkannya UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diperkuat dengan adanya PP no 19 tahun 2005 pasal 49 ayat 1 tentang SNP yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan pada jennag pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”. Berpedoman dari UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sekolah-sekolah di Indonesia mulai berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan pendidikan di masing-masing sekolah .

Sejak tahun 2003, sistem pendidikan di Indonesia menerapkan sistem pendidikan nasional, yaitu Program Manajemen Berbasis Sekolah atau sering disebut MBS sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 51 ayat (1) yang berbunyi: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”

Definisi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut Jalal dan Supriadi (2001: 160) ialah “bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan”. Manajemen Berbasis Sekolah menekankan pada kebutuhan dan otonomi sekolah dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu juga meningkatkan partisipasi aktif masyarakat agar ikut andil dalam mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing sekolah.

Melihat dari defisini tersebut, maka dapat diketahui tujuan diselenggarakannya manajemen berbasis sekolah. Salah satunya ialah untuk meningkatkan efisiensi biaya pendidikan melalui keleluasaan atau otoritas pengelolaan sumber daya partisipasi masyarakat. Komponen-komponen yang masuk didalam otonomi sekolah, tercantum dalam Panduaan Nasional MBS-SD (2013: 20-29) ialah kurikulum dan pembelajaran; peserta didik; pendidik dan tenaga kerja kepindidikan; sarana dan prasarana; hubungan sekolah dan masyarakat; budaya dan lingkungan; termasuk pula pembiayaan.

Pengelolaan merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah pengelolaan aktivitas dan kegiatan di sekolah. Tidak hanya kegiatan didalam proses pembelajaran, akan tetapi juga diluar pembelajaran.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dipaparkan mengenai garis besar biaya pendidikan diantaranya ialah biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi satua pendidikan meliputi gaji pendidikan dan tenaga kerja kependidikan serta segala tunjangan yang melekakt pada gaji; bahan atau peralatan pendidikan habis pakai; dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Pembiayaan pendidikan di sekolah hendaknya dikelola berdasarkan aktivitas (activity based cost). Dimana alokasi pembebanan biaya yang dilakukan didasarkan pada penggerak biaya aktivitas baik secara unit maupun non unit.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sekolah memiliki otoritas untuk mengelola pembiayaan pendidikan di masing-masing sekolahnya sesuai dengan kebutuhan. Hal ini didukung dengan adanya peraturan resmi yang dibuat oleh pemerintah untuk menerapkan manajemen berbasis sekolah. Namun hingga saat ini umumnya sekolah-sekolah di Indonesia belum mengalokasikan pembiayaan tersebut berdasarkan pada aktivitas (activity based cost/ ABC). Dengan menggunakan ABC, fokus pembebanan biaya pendidikan diidentifikasi dan disesuaikan berdasarkan aktivitas yang ada di sekolah sehingga pembebanan atau pengalokasian biaya pendidikan lebih akurat.

Menurut Cheng dalam Nurkolis menyatakan bahwa sekolah yang menerapkan MBS memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengadakan dan menggunakan sumber daya termasuk sumber daya keuangan. Dalam pengelolaan keuangan sekolah misalnya, memungkinkan warga sekolah untuk menggunakan sumberdaya secara efektif berdasarkan karakteristik dan kebutuhan mereka guna memecahkan masalah yang timbul dan untuk mencapai tujuan sekolah.

Pengelolaan pembiayaan berbasis sekolah mengatur kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengevaluasian program kegiatan pembiayaan di sekolah, dengan pedoman prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Oleh karena itu, pengelolaan pembiayaan sekolah harus didasarkan pada kebutuhan sekolah masing-masing dengan memperhatikan berbagai aspek dan pertimbangan-pertimbangan. Pengelolaan tersebut diantaranya ialah penyusunan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengevaluasian program kegiatan penganggaran/ pembiayaan sekolah.

Pengelolaan pembiayaan akan mempengaruhi juga pelaksanaan dan implementasi komponen-komponen lain dalam aktivitas sekolah sehingga hal ini juga akan berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar siswa sebagai wujud dari pencapaian keberhasilan pendidikan. Prestasi siswa didukung dengan adanya berbagai faktor seperti profesionalisme tenaga pendidik, ketersediaan sarana dan prasarana, kesesuaian kurikulum, teknologi pembelajaaran yang digunakan, dll. Dimana faktor-faktor tersebut disokong dengan dana atau biaya yang sesuai.

Selama Program Manajemen Berbasis Sekolah diimplementasikan di berbagai sekolah di Indonesia, berbagai kelebihan dan kelemahan mulai menjadi polemik bagi masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch terhadap implementasi MBS di DKI Jakarta menunjukkan bahwa capaian pelaksanaan kebijakan MBS tidak terwujud. Penelitian menghasilkan lima temuan yaitu:

1. Implementasi MBS masih berasal dati atas kebawah (top down)

2. Kebijakan MBS belum dipahami baik oleh guru maupun masyarakat

3. Biaya sekolah semakin mahal

4. Anggaran 10 Pendapatan dan Belanja sekolah tidak pertisipatif

5. Korupsi di sekolah kian merajalela

Sementara di Semarang terbukti berpengaruh terhadap kualitas sekolah (Nurkolis, 2010: 145-146). Terdapat perbedaan kualitas sekolah yang sangat signifikan antara kualitas Sekolah Menengah Pertama dengan MBS kategoribaik dan kualitas Sekolah Menengah Pertama kategori kurang baik.

Dengan melihat dan menganalisis implementasi pengelolaan pembiayaan sekolah memperlihatkan bahwa pengelolaannya belum secara global dilakukan secara optimal dan menjawab tantangan global. Dimana pengelolaan pembiayaan pendidikan di Indonesia pada umumnya belum mampu mengungkapkan dan memunculkan data informatif (Bastian, 2007). Sehingga data dan informasi terkait alokasi biaya pendidikan belum mampu membantu pihak sekolah dan pihak terkait lainnya untuk menganalisis sejauh mana efektifitas dan efisiensi pengelolaan yang telah dilakukan. Dengan informasi yang belum terungkap ini, maka sekolah pun belum bisa menjadikan informasi yang ada sebagai landasan pengambilan keputusan sekolah.

SMK ialah salah satu sekolah kejuruan negeri yang berada di Sleman Yogyakrta. Sebelumnya SMK bernama SMEA 1 Yogyakarta. Sekolah yang terletak di Jl. Ringroad utara Maguwoharjo Depok Sleman ini mendapatkan sertifikat ISO 9001-2008 pada tangga 12 Oktober 2010. Sebagai sekolah yang memiliki kualitikasi tinggi, SMK Negeri 1 Depok mempunyai tergetan dan capaian yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah nasional/ sekolah mandiri. Targetan-targetan SMK tidak hanya meningkatkan kompetensi dan profesionalitas berrtaraf nasional, akan tetapi juga sampai pada taraf internasional. Pencapaian target tersebut juga harus didampingi dengan manajemen dan pengelolaan segala aspek dengan baik tanpa melupakan kultur dan ciri khasnya, termasuk pula didalamnya pengelolaan pembiayaan pendidikan.

Oleh karena itu, dengan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMK dengan tentang Analisis Satuan Biaya Pendidikan Menengah Kejuruan di SMK.

0 Komentar untuk "Analisis Satuan Biaya Pendidikan Menengah Kejuruan di SMK"

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top