unsur, yaitu produk, proses, sikap dan nilai, serta aplikasinya (pendekatan kontekstual).
Pada pembelajaran kimia, peserta didik tidak hanya disuguhi konsep-konsep yang merupakan produk metode ilmiah, tetapi harus pula diarahkan untuk melakukan proses, sehingga mereka mempunyai keterampilan dan sikap seperti yang dimiliki para ilmuwan dalam memperoleh dan mengembangkan pengetahuan (Conny Semiawan, 1992: 29). Dengan kata lain, guru kimia diharapkan menyertakan kegiatan eksperimen dalam proses pembelajarannya di kelas, agar pembelajaran menjadi efektif dan komprehensif dalam memenuhi aspek teoretis dan aspek empiris. Hal ini berarti dalam pembelajaran kimia harus lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong peserta didik belajar lebih aktif, baik secara fisik, sosial, maupun psikis dalam memahami dan menguasai konsep, sehingga pengetahuan yang diperoleh menjiwai secara keseluruhan kehidupannya.
Ilmu kimia yang khas juga menuntut adanya guru kimia yang kompeten di bidang ilmu kimia. Guru kimia hendaknya tidak hanya hafal materi yang akan diajarkan, tetapi lebih daripada itu harus menguasai berbagai fenomena alam yang berkaitan dengan konsep-konsep kimia dan juga memahami kerja ilmiah yang merupakan dasar penemuan konsep-konsep kimia. Brown, LeMay, & Bursten (1991: 28) berpendapat bahwa ilmu kimia yang bersifat aplikatif dalam kehidupan dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat mengharuskan guru untuk memperluas wawasan bidang ilmu kimia yang digelutinya.
Pembelajaran kimia dapat dimodelkan sebagai suatu bentuk komunikasi, yaitu sebagai proses penyampaian informasi, gagasan/ide mengenai konsep-konsep kimia. Komunikasi adalah suatu proses, bukan hal yang bersifat statis. Implikasi dari hal ini adalah bahwa komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan dalam usaha mencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan suatu kelompok. Komunikasi akan terjalin dengan baik dalam proses pembelajaran, karena dukungan guru sebagai pemberi informasi, peserta didik sebagai penerima informasi, maupun kondisi yang kondusif untuk diterimanya informasi tersebut, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Menurut Trini Prastati & Prasetya Irawan (2001: 9.3), proses komunikasi dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Gambar 1.
Pembelajaran sebagai Bentuk Komunikasi
Berhasil tidaknya komunikasi tergantung dari ketiga komponen, yaitu sumber informasi, penerima informasi, dan media informasi. Jika salah satu dari ketiga komponen ini tidak ada, maka proses komunikasi tidak dapat berlangsung (Barnes, 1976: 31).
Komunikasi yang dibangun guru dalam suatu proses pembelajaran hendaknya bukan komunikasi satu arah, dari guru ke peserta didik, namun dua arah dari guru ke peserta didik dan sebaliknya, bahkan multi arah, sehingga menimbulkan perubahan perilaku peserta didik, baik yang berdimensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Muhibbin Syah (2004: 248) komunikasi yang dihadirkan guru dalam proses pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan peserta didik akan memberikan peluang yang besar bagi peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Banyak strategi pembelajaran yang dapat mengelaborasi adanya interaksi komponen-komponen dalam berkomunikasi di dalam kelas. Berbagai pendekatan dan metode pembelajaran modern telah banyak dikembangkan yang dapat memaksimal-kan komunikasi di dalam pembelajaran, seperti pendekatan kontekstual, kooperatif, tugas proyek berkelompok, dan sebagainya.
Secara umum proses pembelajaran adalah aktivitas komunikasi. Namun dominasi berbicara dalam komunikasi dapat menyebabkan gagalnya komunikasi yang berlangsung, karena berarti satu pihak menjadi aktif dan pihak lain menjadi pasif (pendengar). Menurut Barnes (1975: 158), dalam proses pembelajaran, hal ini sangat tidak diharapkan terjadi, karena komunikasi yang baik adalah bagaimana komunikasi tersebut dapat menyebabkan komunikator dan komunikan bertukar peran setiap saat. Guru tidak hanya berbicara tetapi juga harus sering pula menjadi pendengar bagi peserta didiknya, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, agar komunikasi dapat menjadi kebutuhan peserta didik untuk berkembang, perlu dibuat bentuk komunikasi yang menarik dan tidak membatasi pengembangan diri siswa.
Seperti diketahui, bahwa dari percakapan (salah satu bentuk komunikasi) peserta didik memperoleh pengetahuan, yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Menurut Sardiman (2004: 1) dengan membangun dan mengembangkan pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki dan diperoleh dari hasil komunikasi yang mampu memberikan informasi ilmu pengetahuan yang bermanfaat (komunikasi edukatif), maka peserta didik mampu membangun struktur kognitif baru yang dapat menjadi dasar tindakan yang akan dilakukan. Bila hal ini dapat dilakukan oleh setiap peserta didik, maka pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya sekedar school knowledges, tetapi menjadi inner knowledges yang dapat ditunjukkan dalam bentuk action knowledges.
Komunikasi edukatif yang baik sangat penting diciptakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan sekaligus peserta didik dapat membangun dan mengembangkan dirinya sendiri. Hal ini dapat dimulai dengan memberikan kebebasan siswa untuk bertanya, menjawab, dan mengekspresikan ide dan perasaan kepada guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Reber (1988: 98) menyatakan guru harus selalu siap sewaktu-waktu dibutuhkan siswanya, empatik, responsif, penuh pengertian terhadap emosi dan perasaan siswa. Rasa empatik, responsif, dan penuh pengertian tersebut dapat ditunjukkan guru melalui komunikasi yang baik kepada peserta didiknya.
Pembelajaran juga dapat dimodelkan sebagai suatu sistem pembelajaran yang mengandung komponen-komponen masukan (peserta didik, lingkungan, dan instru-mental), proses (proses pembelajaran) yang saling berkaitan dalam rangka menghasil-kan keluaran yang diharapkan. Suatu proses pembelajaran dapat berjalan efektif apabila semua komponen yang terlibat di dalamnya saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan, jika kita tidak hanya memperhatikan masukan atau keluaran, tetapi juga memperhatikan bagaimana komponen-komponen yang terlibat dalam proses, baik masukan instrumental maupun lingkungan dapat ditempatkan secara tepat dalam mendukung perubahan masukan menjadi keluaran. Secara umum komponen-komponen sistem pembelajaran dapat digambarkan seperti Gambar 2 (Sardiman, A. M, 2004: 51).
| ||||
| ||||
Gambar 2.
Pembelajaran sebagai Suatu Sistem
Model tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sangat dipenga-ruhi oleh berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen-komponen tersebut (1) masukan mentah (raw input), peserta didik yang siap mengikuti proses pembelajaran; (2) masukan instrumental, meliputi guru, metode, kurikulum, media, dan sarana prasarana; (3) masukan lingkungan, meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya; (4) proses pembela-jaran; (5) keluaran (output), peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Diperlukan suatu upaya agar seluruh komponen yang terlibat di dalamnya dapat saling membantu dan saling mendukung untuk memperoleh keluaran yang sebaik-baiknya. Selain itu terdapat satu komponen penting yang menjadi indikator keberhasilan proses pembelajaran, yaitu peserta didik yang telah lulus dan kemudian telah menerapkan ilmu yang diperoleh di masyarakat yang disebut outcomes.
Menurut Tresna Sastrawijaya (1998: 58) proses pembelajaran kimia adalah proses pembelajaran yang dimulai dari konsep-konsep dasar yang sederhana menuju konsep baru yang relevan dalam struktur kognitif seseorang agar dapat dipahami lalu digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah kimia. Tujuan pembelajaran kimia adalah memperoleh pemahaman perihal berbagai fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, memiliki keterampilan dan menggunakan laboratorium, serta memiliki sikap ilmiah yang dapat ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam pembelajaran kimia perlu diperhatikan hal-hal (1) materi pembelajaran memperhatikan perkembangan ilmu kimia; (2) memberikan pengertian yang baik dan mendalam tentang kimia, fakta, konsep, dan teori kepada peserta didik; (3) memberikan wawasan cara berpikir ilmiah; (4) melakukan kerja praktik di lapangan; dan (5) menyadarkan peserta didik akan penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan.
0 Komentar untuk "Pembelajaran Kimia Sebagai Suatu Sistem"
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)