Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami dan dilakukan oleh peserta didik.
Belajar didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan (Slameto, 1995: 2). Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya, tetapi tidak setiap perubahan tersebut merupakan perubahan dalam arti belajar. Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan (Nana S. Sukmadinata, 2003: 155). Menurut Suhaenah Suparno (2001: 2), perubahan-perubahan perilaku karena belajar merupakan hasil pengulangan-pengulangan yang berdampak memperbaiki kualitas perilakunya.
Pendapat lain dikemukakan Vossen (1986: 100) yang menyatakan belajar sebagai suatu usaha yang disengaja untuk menimbulkan konsep baru dengan mengaitkan informasi yang diperoleh sebelumnya dalam memecahkan masalah. Melalui usaha tersebut seseorang memperoleh hasil belajar yang dalam dunia pendidikan disebut sebagai prestasi belajar. Seseorang yang belajar kimia akan memperoleh hasil belajar kimia. Secara umum hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam diri (intern) maupun dari luar diri (ekstern) peserta didik. Kedua faktor tersebut berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi prestasi yang dicapai peserta didik. Secara rinci faktor-faktor yang dimaksud adalah (Slameto, 1995: 54-72) :
1) Faktor intern meliputi:
a) Faktor jasmaniah, yaitu faktor kesehatan pada umumnya dan panca indera pada khususnya.
b) Faktor psikologis, yaitu inteligensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kema-tangan, dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan.
2) Faktor ekstern meliputi:
a) Faktor keluarga, yaitu cara orangtua mendidik, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah, yaitu metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan peserta didik, hubungan antar peserta didik, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran yang terlalu tinggi, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat, yaitu kegiatan peserta didik dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Sebagai manusia, peserta didik memiliki berbagai macam keinginan yang berhubungan dengan statusnya sebagai pelajar di suatu lembaga pendidikan formal. Menurut Sardiman, A. M. (2004: 75) keinginan-keinginan yang mendorong peserta didik untuk belajar, antara lain untuk memenuhi rasa ingin tahu, untuk selalu maju, untuk mendapatkan simpati dari orangtua, guru dan teman-teman, untuk memperbaiki kegagalan dan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. Keseluruhan keinginan tersebut, mana yang dominan sangat bergantung pribadi masing-masing.
Motivasi belajar sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi belajar merupakan faktor dominan yang dapat menentukan keberhasilan belajar. Dengan motivasi dan dukungan lingkungan belajar yang kondusif, maka akan muncul perilaku belajar yang positif. Hal ini terutama motivasi dari dalam diri peserta didik, sebab seberapa besarnya motivasi dari luar tidak akan dapat menumbuhkan dan memunculkan perilaku dan sikap belajar yang diinginkan tanpa adanya motivasi diri.
Sebagai peserta didik yang mengetahui tugas dan kewajibannya, cara atau strategi belajar yang tepat akan sangat membantu dalam menguasai materi kimia secara mendalam. Penguasaan materi yang mantap sangat tergantung dari kemauan dan kemampuan peserta didik dalam usaha menyerap ilmu kimia itu sendiri, bukan semata-mata ditentukan guru. Ilmu kimia yang terus berkembang tidak mungkin dapat dikuasai dengan usaha yang ringan. Sudah wajar bila peserta didik menemui berbagai kesulitan dan masalah dalam belajar dan mengikuti materi pelajaran.
Ilmu kimia memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya sebagian besar berisi konsep kimia dimana konsep selalu bersifat abstrak, konsep-konsep kimia sifatnya berurutan dan berkembang dengan cepat, konsep-konsep kimia jumlahnya sangat banyak dengan karakteristik setiap konsep berbeda-beda (Middlecamp & Kean, 1985: 5-9). Ciri-ciri yang demikian menyebabkan sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan dalam belajar kimia.
Kesulitan belajar adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan pembelajaran sejumlah peserta didik mengalami kegagalan dalam menguasai secara tuntas bahan pelajaran yang diajarkan atau dipelajari (Ischak, S. W. dan Warji R, 1987: 68). Menurut Mulyati Arifin (1995: 220), kesulitan belajar kimia bersumber pada kesulitan dalam membaca kalimat dan istilah, angka dalam operasi matematika (perhitungan), memahami konsep-konsep, dan menggunakan alat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk memberikan bantuan yang efektif kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar perlu dilakukan observasi terhadap sifat kesulitan yang dihadapi dan penyebab kesulitan agar dapat ditentukan terapi yang tepat.
Pemahaman konsep selain memerlukan aspek menghafal juga memerlukan aspek penalaran. Dalam rangka mempertajam kemampuan menalar, maka peserta didik perlu melatih secara teratur dalam memahami materi-materi kimia, sehingga materi yang nampaknya sulit akan menjadi materi yang mudah karena telah terbiasa mempelajarinya. Menghafal yang merupakan proses sengaja mempelajari sesuatu agar dapat mengingatnya sewaktu-waktu, lama penyimpanan di otak berbeda antar peserta didik, sehingga perlu adanya penghafalan ulang agar informasi dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama.
Pada saat ini, sebagian besar peserta didik masih menerapkan cara belajar yang salah, yaitu belajar dalam waktu singkat untuk menguasai banyak materi. Secara logika mereka tidak akan memahami secara mendalam materi-materi yang dipelajari-nya, tetapi materi akan melintas begitu saja setelah ujian berakhir. Seperti diketahui dunia pendidikan kita saat ini telah menerapkan kurikulum baru, yaitu kurikulum yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu paradigmanya adalah mengubah dari teacher centered ke student centered. Hal ini berarti keaktifan peserta didik sangat diharapkan dalam penguasaan materi pelajaran, sedangkan guru lebih berfungsi sebagai fasilitator dan motivator, dan bukan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Belajar yang teratur adalah cara agar ilmu kimia yang sebagian besar berisikan konsep-konsep abstrak dapat dimengerti dan dikuasai, baik melalui penelusuran buku-buku maupun tanya-jawab/diskusi sesama teman. The Liang Gie (1994: 15) menyatakan dengan keteraturan belajar menghindarkan peserta didik dari cramming, yaitu keadaan dimana seseorang belajar mati-matian untuk memadati kepalanya dengan semua pelajaran yang dampaknya amat buruk bagi kesehatan dan perjalanan studi lebih lanjut. Seseorang dapat belajar dengan baik jika kondisi kesehatan badannya terjaga dengan baik pula, disiplin dalam pengaturan waktu bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah. Belajar yang mendatangkan cramming hanya akan mengganggu kesehatan yang berakibat lebih jauh pada rendahnya prestasi belajar yang dicapai.
Cara belajar yang baik bukanlah bakat yang dibawa sejak lahir melainkan terbentuk karena adanya latihan (the law of exercise). Setiap peserta didik pasti mempunyai kemampuan membaca, mempelajari dan mengerjakan tes, namun menjadikan kemampuan tersebut sebagai bagian dari kehidupannya adalah sesuatu yang sulit dan hanya dapat ditempuh melalui latihan-latihan, sehingga menghasilkan suatu cara belajar yang baik (Sumadi Suryabrata, 1983: 18).
Konsentrasi dalam belajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Pada umumnya yang mengganggu konsentrasi peserta didik dalam belajar adalah kurang minat belajar, gangguan sekeliling, jemu dan jenuh dengan materi pelajaran dan gangguan kesehatan. Kurang minat belajar tersebut kemungkinan terjadi karena guru yang mengajar kurang menarik, misalnya acuh dalam mengajar, monoton dalam mengajar (kurang variasi dalam mengajar, dalam hal metode dan cara penyampaian), kurang interaktif dan atraktif dalam mengajar, dan lain lain. Akibat dari kurang minat ini menyebabkan peserta didik malas hadir dalam pelajaran, padahal kehadiran dalam pelajaran kimia sangat penting, mengingat konsep-konsep kimia saling berhubungan satu dengan yang lain. Untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut, baik guru maupun peserta didik harus saling menyadari perlunya memperbaiki kondisi agar menjadi kondusif untuk belajar dan mencoba mencari sisi-sisi menarik dari materi yang diajarkan atau dipelajari.
Selain faktor-faktor tersebut, ada satu faktor yang sangat besar andilnya dalam menghambat pencapaian prestasi belajar yang memuaskan, yaitu adanya miskonsepsi kimia dalam diri peserta didik, baik disebabkan prakonsepsi yang dibawa peserta didik ketika mereka mencoba mengonstruksi sendiri konsep tersebut di pikirannya maupun miskonsepsi dari sekolah (school made misconception) (Barke, 2009: 7). Miskonsepsi kimia yang berlarut-larut akan merusak sistem pemahaman peserta didik terhadap ilmu kimia secara keseluruhan, mengingat konsep-konsep kimia sebagian besar saling berkaitan satu sama lain.
Sebagai contoh, konsep mol merupakan konsep yang sangat mendasar yang harus dikuasai dengan benar oleh peserta didik, karena konsep mol digunakan pada sebagian besar perhitungan kimia. Miskonsepsi kimia pada konsep mol akan merusak sistem pemahaman semua konsep kimia, terutama materi kimia yang berisi perhitungan.
0 Komentar untuk "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Kimia"
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)