Belajar merupakan suatu
proses yang memungkin seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan
perubahan itu bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak
perlu terjadi berulangkali setiap menghadapi situasi baru .Mengajar merupakan
suatu perbuatan yang kompleks, dimana dalam kegiatan mengajar seorang guru di
tuntut menggunakan keterampilannya secara integratif , sesuai dengan pesan yang terkandung dalam
kurikulum yang dalam aplikasinya secara unik dipengaruhi secara
simultan oleh komponen-komponen yang terlibat dan terkait dengan
kegiatan pembelajaran diantaranya siswa yang belajar, faktor guru, sumber
belajar dan pendekatan dan strategi yang digunakan.
Ilmu Kimia yang merupakan
bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains pada dasarnya meliputi empat
unsur, yaitu:
(1) Produk berupa fakta, prinsip, hukum, teori
dan model.
(2)
Proses yaitu prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah, yang
meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan
eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis, evaluasi, pengukuran,
dan penarikan kesimpulan;
(3)
Aplikasi berupa penerapan metode atau kerjailmiah dan konsep kimia dalam
kehidupan sehari-hari;
(4)
Sikap yaitu rasa ingin tahu tentang obyek
fenomena alam, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang
dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
Pengembangan Kurikulum
Kimia(IPA) terletak pada
kesesuaian antara dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif berisi katagori
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
Keempat
katagori tersebut diasumsikan terletak antara konkrit(faktual) sampai abstrak
(metacognitif). Sedangkan dimensi proses kognitif meliputi:mengingat (remember) , mengerti ( understand), menerapkan (apply) , menganalisis (analyse),mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create).
I. Pendahuluan
Belajar merupakan suatu
proses yang memungkin seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan itu
bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu
terjadi berulangkali setiap menghadapi situasi baru.
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang komplek,
dimana dalam kegiatan mengajar seorang guru dituntut menggunakan
keterampilannya secara integratif
, sesuai dengan pesan yangterkandung dalam
kurikulum, yang dalam aplikasinya secara unik dipengaruhi secara simultan
oleh komponen-komponen yang terlibat dan terkait dengan
kegiatan pembelajaran , antara lain:
tujuan yang ingin dicapai, siswa yang
belajar, faktor diri guru, sumber
belajar, pendekatan dan strategi yang digunakan, fasilitas dan lingkungan
belajar siswa serta kurikulum yang berlaku.
Substansi dari Ilmu Kimia
sebagai bidang penyelidikan ilmiah terdiri dari komponen-komponen: proses yang digunakan untuk mendapatkan (menemukan)
pengetahuan kimia;
konsep umum (kongkrit atau
abtrak) dan fakta-fakta spesifik yang dihasilkan (produk); penerapan
(aplikasi) pengetahuan dalam memahami dan
mengubah dunia,
implikasi dari pemahaman
dan perubahan bagi individu dan masyarakat (sikap)(Gilbert, 2009), serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah
baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi merupakan salah satu acuan utama bagi satuan pendidikan dalam penyusunan
kurikulum (KTSP). Standar isi merupakan gambaran lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Standar isi memuat
kerangka dasar dan struktur kurikulum,
beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun2006). Kerangka dasar kurikulum memuat rambu-rambu yang dijadikan
pedoman dalam penyusunan kurikulum yang kedalaman muatannya dituangkan dalam
kompetensi, yaitu standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
Keterlaksanaan pembelajaran adalah ketercapaian
standar isi dibandingkan dengan keadaan
ideal, dalam hal :
1) Desain atau rancangan pembelajaran, baik berupa
penyusunansilabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);
2) Pelaksanaan
pembelajaranatau kegiatan belajar mengajar (KBM) dan
3) Penilaian hasil
pembelajaran.
Untuk terwujudnya
keterlaksanaan standar isi terdapat beberapa masalah yang dihadapi guru diantaranya, penjabaran
kompetensi dasar menjadi indikator dan penjabaran materi pokok dalam KD menjadi uraian materi pokok dalam
indikator. Materi pokok dalam KD adalah materi minimal dari segi cakupan materi
yaitu keluasan dan kedalaman materi, sehinggaharus diuraikan menjadi
uraian materi pokok dengan dasar keluasan dan kedalaman materi.
Disamping itu pemilihan pendekatan, metode, dan media pembelajaran, buku teks pelajaran dan buku
non-teks mata pelajaran dan sistem penilaian hasil belajar secaramenyeluruh
(aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik) merupakan masalah lain yang harus dihadapi
guru.
Untuk melihat gambaran implementasikan
pendidikan IPA, termasuk kimia, diIndonesia hasil penelitian yang dilakukan Programme
for International Student Assessment (PISA)
pada tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi sains
anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masing berada pada peringkat ke
38 (dari 41 negara) danperingkat ke 38 dari (40 negara) (Bastari
Purwadi, dalam Puskur 2007).
Skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan
sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira
dua per tiga siswa di negara-negara peserta memperoleh skor antara400 dan 600
pada PISA 2003.
Ini berarti skor yang dicapai
oleh siswa-siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400, yang dinterpretasikan
bahwa siswa-siswaIndonesia diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah
berdasarkan fakta sederhana (Rustaman, dalam Puskur 2007). Demikian juga hasil survei yang dilakukan oleh
Trends International in Matemathics and Science Study (TIMSS) terhadap
pencapaian sains siswa kelas 4 (9 tahun saat
di tes) dan kelas 8 (13 tahun saat dites) dengan ruang lingkup domain konten
dan domain kognitif, untuk domain konten dibedakan: level kelas 4 mencakup Life
science,Physical science, dan Earth science.
Untuk level kelas 8
mendapat tambahan Kimia (Chemistry) dan pengetahuan lingkungan (Environmental
science) Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta (factual
knowledge), pemahaman konsep (conceptualunderstanding),
serta penalaran dan analisis (reasoning & analysis). Survai TIMSS menunjukkan bahwa dari 38 negara yang
berpartisipasi pada tahun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi
pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempatiperingkat 32 dan 37.
Skor rata-rata perolehan
anak Indonesia untuk IPA mencapai420,221, skor ini tergolong ke dalam katagori low
benchmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam
Fisika dan Biologi (Rustaman, dalamPuskur 2007). Hasil peneilitian PISA dan
TIMSS diatas sesuai dengan kenyataan di lapangan dan dapat menggambarkan sebagian
persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita yaitu masalah kualitas hasil
pendidikan yang hanya tampak dari kemampuan menghafal fakta,konsep,
teori atau hukum.
Banyak siswa mampu
menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada
kenyataannya mereka seringkali tidak memahami
secara mendalam substansi materi yang dipelajarinya. Kenyataan di atas dikemukan
oleh Puskur (2007), dimana salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum
efektifnya proses pembelajaran, karena proses pembelajaran masih terlalu berorientasi
terhadap
penguasaan teori dan hafalan sehingga
menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat.
II. Pendekatan Chemistry triangle
Dalam Pendidikan Kimia
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
ilmu kimia dianggap sebagai pelajaran yang sulit bagi siswa. Kesulitan mungkin
terletak pada manusia yang belajar serta dalam sifat intrinsik dari pelajaran
itu sendiri. Bentuk konsep dari indera kita dengan memperhatikan faktor-faktor umum dan
keteraturan dan dengan menetapkan contoh-contoh
dan non-contoh. Pembentukan konsep secara langsung adalah mungkin dengan pengenalan
langsung, misalnya, logam atau zat mudah terbakar, tetapi pembentukankonsep
cukup mustahil untuk konsep seperti 'unsur' atau 'senyawa', jenis ikatan,
struktur kristal internal dan keluarga kelompok gugus fungsi alkohol, keton
atau karbohidrat(Johnstone, 2006) .
Psikologi untuk pembentukan sebagian besar
konsep kimia sangat berbeda
dibanding dunia 'normal' (Johnstone , 2000; Sirhan, 2007). Sebagaimana telah
dikemukan di atas bahwa substansi dari Ilmu Kimia sebagai bidang penyelidikan
ilmiah terdiri dari komponen-komponen : proses yang digunakan untuk
mendapatkan (menemukan) pengetahuan kimia ; konsep umum (kongkrit atauabtrak) dan fakta-fakta spesifik yang dihasilkan (produk); penerapan (aplikasi) pengetahuan dalam memahami dan mengubah dunia,
implikasi dari pemahaman dan perubahan bagi individu dan masyarakat.
Dengan demikian dalam pembelajaran
kimia melibatkan pengenalan terhadap
ide-ide pokok, seperti: unsur-unsur kimia secara periodic ditampilan dalam
bentuk sifat sifat fisik dan kimianya, senyawa terdiri dari dua atau lebih unsur yang
dalam banyak kasus ini melibatkan penciptaan spesifik, ikatan kimia akan terbentuk
apabila electron berpasangan, ada hambatan energik dan geometri
untuk terjadinya reaksi kimia, reaksi oksidasi-reduksi menyangkut transfer
suatu elektron, ikatan kovalen masalah berbagi elektron, dan lain-lain.
Untuk memahami ide-ide tersebut, melibatkan mental yang menyangkut representasi (gambaran)
ide dan fenomena dimana ide tersebut berhubungan. Namun cara untuk
merepresentasikan gagasan merupakah hal yang tidak mudah (Gilbert,
2009), karena representasi yang dibuat tidak mengandung informasi(pesan) yang diinginkan. Untuk itu Johnstone
mengusulkan suatu model untuk memahami masing-masing elemen inti, yang
digambarkan menggunakan tiga jenis representasi di mana ide-ide kimia dikemukakan
(Johnstone, 1982, 1991, 1993 dalam Gilbert, 2009).
Suatu gambar geometris segitiga planar sering (Gambar 2) digunakan
pendidik kimia secara efektif dalam decade terakhir untuk menjelaskan apa yang kita nilai dalam
mengajar dan belajar tentang dunia atom dan
molekul. Metafora ini telah membantu kita melihat bahwa tiga tingkatan pembelajaran
(three learning levels), sering disebut Chemistry triangle , yaitu simbolis,makroskopik
dan sub-mikroskopis, atau molekul yang
diperlukan untuk siswa untuk memahami kimia (Mahaffy 2004;
Talanquer, 2011; Silberberg, 2010; Moore et al, 2011;Zumdahl, 2012).

Gambar 1: Pelarutan garam NaCl, pendekatan
Chemistry triangle.
Gambar 2 : Chemistry triangle
(Johnstone ,1999 dalam Norman Reid, 2009)
(Sumber: Tro, N.J, Chemistry: a molecular
approach, Pearson Prentice Hall,New Jersey,
2011)
Pemahaman segitiga planar telah
terbukti menjadi nilai besar, membentuk desain kurikulum sekolah menengah dan
pasca-sekolah menengah, termasuk buku manual laboratorium dan visualisasi. Ini merupakan fitur
yang mengawali "Note to Students” dalam Kata Pendahuluan buku-buku teks
kimia (Tro, N.J, 2011; Silberberg,M.S, 2010; Moore, J.W et al, 2011; Chang, R,
et al, 2011)

Pembentukan senyawa ionik,
pendekatan Chemistry triangle
(Sumber : Tro, N.J, Chemistry: a
molecular approach, Pearson Prentice Hall, NewJersey,
2011)
Gambar 4
Reaksi
pendesakan logam, pendekatan Chemistry triangle
(Sumber:
Chang, R, et al. General Chemistry, The Essential Concepts 6 th ed,The
McGraw-Hill, Companies, New York, 2011)
Segitiga planar ini bahkan telah merupakan benchmarks
untuk standar pendidikan sainsnasional di AS (NRC, 1996 dalam Mahaffy, 2004).
Informasi dan teknologi komputer(ICT)
telah digunakan untuk mengembangkan animasi komputer, simulasi, dan
model molekuler dinamis, mengubah kemampuan kita untuk memvisualisasikan
molekul dan perubahan kimis pada tingkat molekuler (Barke, 2004; Falvo, 2008)
III. Penguasaan
Materi Prasyarat (PMP) dalam tingkatan “Chemistry triangle” Sebagai Strategi Dalam Pembelajaran Kimia
Pada
strategi Penguasaan Materi Prasyarat (PMP)
dilakukan usaha-usaha
untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran kimia
dengan memanfaatkan pengetahuan
awal dan pengalaman keseharian mereka sebagai
titik tolak dalam mendiskusikan atau menggali informasi (materi) baru yang
akan dipelajari. Pengetahuan
awal yang seharusnya
telah dimiliki siswa berupa
fakta dan konsep, (mungkin
prinsip) disebut sebagai materi
prasyarat untuk mempelajari materi pokok baru.
Pengetahuan
awal tersebut mungkin diperoleh melalui proses pembelajaran sebelumnya, pengalaman hidup, atau dari intuisi. Kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan tahapan :
1) Meninjau ulang materi prasyarat
dengan pendekatan “Chemistry triangle”, kemudian guru dengan
menggunakan“teknik bertanya”, metoda
diskusi dan tetap “mempertahankan tingkatan mikroskopis”
2) Mengarahkan siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi yang sudah mereka miliki (materi prasyarat)
dengan materi (konsep) baru yang ditergetkan (sesuai dengan tujuanpembelajaran/indicator pembelajaran).
Siswa dimotifasi menggunakan logika dan
melihathubungan sebab-akibat dalam usaha memahami
dan menemukan konsep baru
3) Siswa diminta atau
dibimbing mengungkapkan hasil analisisnya dengan kalimatnya
sendiri
4) Akhirnya secara
bersama-sama menulis kesimpulan dengan kalimat yang mereka susun sendiri,
sedangkan guru hanya berperan memberi penguatan.
5) Kesimpulan
yang sudah disepakati harus segera dicoba diterapkan pada masalah yang
ditemukan (diberikan oleh guru), berupa
persoalan (soal) yang ada dalam buku sumber atau kehidupan sehari-hari. Jika
siswa gagal, guru kembali mendiskusikan materi prasyarat awal
(tidak menggunakan materi/kasus baru) pada tingkatan mikroskopis.
Penutup
Dalam pembelajaran kimia melibatkan
pengenalan terhadap ide-ide pokok, yang melibatkan mental yang menyangkut
representasi (gambaran) ide dan fenomena yang membutuhkan tingkat kognitif
lebih tinggi. Salah satu
persoalan dalam pembelajaran kimia adalah masalah kualitas hasil pembelajaran yang hanya tampak dari kemampuan
tingkat hafalan yang baik tetapi kurang memahami secara mendalam substansi
materi yang dipelajarinya.
Untuk mengatasi masalah pembelajaran kimia tersebut
salah satu alternative yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran
kimia dengan suatu Strategi Penguasaan Materi Prasyarat(PMP) dalam tingkatan
“Chemistry triangle”. Dimana dalam pembelajaran dilakukanusaha-usaha untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam dimensi pengetahuan(knowledge) dan dimensi proses kognitif.
Dimensi pengetahuan kognitif berisi empat
katagori,yaitu:
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, yang diasumsikan
terletak antara konkrit (faktual) sampai
abstrak (metacognitif). Sedangkan
dimensi proseskognitif meliputi: mengingat (remember ) , mengerti (understand ), menerapkan
(apply),menganalisis (analyse),
mengevaluasi (evaluate) , dan mencipta (create).
Proses pembelajaran dilakukan dengan
memanfaatkan pengetahuan awal dan pengalaman keseharian siswa
sebagai titik tolak dalam mendiskusikan atau menggali informasi (materi) baru
yang akan dipelajari. Pengetahuan awal yang seharusnya telah dimiliki siswa
berupa fakta dan konsep, (mungkin prinsip) disebut sebagai materi prasyarat
untuk mempelajari materi pokok baru. Untuk memahami masing-masing elemen inti
digambarkan menggunakan tiga jenis representasi di mana ide-ide kimia dikemukakan yaitu simbolis, makroskopik dan
sub-mikroskopis, atau molekul yang diperlukan siswauntuk memahami konsep kimia
yang sedang dipelajarinya.
Tag :
Pendidikan Kimia,
Teori Pendidikan
2 Komentar untuk "INOVASI DALAM PEMBELAJARAN KIMIA, SUATU TINJAUAN TOERITIS"
terimakasih atas tulisan artikelnya, bolehkan aku mengutipnya. emailku iindrasti1970@gmail.com
terimakasih atas kunjungannya mbak Indrasti Iin ke blog saya, artikel sudah saya kirim ke email anda mbak, silahkan cek kotak masuk email. terimakasih :)
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)