Translate

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENJADI BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI

I.                   PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah cair industri tapioka, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.

Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.

Sumber utama air limbah dari industri ini berasal dari penyelesaian atau tahap sentrifugasi proses produksi tapioka. Limbah cair industri tapioka mengandung bahan yang berbahaya, karena mengandung sianida, serta gas metana dan karbondioksida yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Juga mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Oleh karena itu, limbah industri tapioka perlu dikelola secara benar dengan berbagai cara, salah satu cara tersebut adalah pembuatan biogas dari limbah cair tapioka dengan pencampuran kotoran ternak.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.        Apa yang dimaksud dengan tapioka?

2.        Apa saja kandungan limbah tapioka?

3.    Bagaimana tahapan proses pengelolaan limbah tapioka?

4.    Apa manfaat pengolahan limbah cair menjadi biogas dengan pencampuran kotoran sapi?

II.                  PEMBAHASAN

1.      Pengertian Tapioka

Tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari ketela pohon. Ketela pohon disebut pula ubi kayu, casava, singkong. Di Indonesia tanaman ini tersebar luas dan tumbuh di pulau Jawa, Madura dan Sumatra. Singkong di Indonesia menduduki urutan ke III diantara empat produksi pangan yang utama antara lain : padi, jagung, singkong dan ubi jalar. Klasifikasi ketela pohon yaitu sebagai berikut :

Divisio           : Spermatophyta

Sub divisio    : Angiospermae

Classis           : Dicotyledoneae

Ordo              : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus                        : Manihot

Species          : Manihot utilissima pohl. (Sumber: Wikipedia)

Tapioka memiliki sifat-sifat fisik yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tapioka diantaranya mengandung glukosa dan karbohidrat. Karbohidrat adalah sumber energi utama manusia, kebanyakan sumber karbohidrat yang kita konsumsi adalah tepung/ pati/ amilum yang ada dalam gandum, jagung, beras, kentang dan padi-padian lainnya, buah serta sayuran.

Salah satu karbohidrat penting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan maupun tumbuhan adalah glukosa suatu gula monosakarida. Pengubahan glukosa menjadi asam laktat atau etanol berlangsung dalam beberapa tahap. Proses penguraian glukosa menjadi piruvat, alkohol, CO2, dan air dapat berlangsung melalui beberapa jalan metabolisme, tergantung dari keadaan lingkungan, keadaan dalam sel atau macam jasadnya.

 

2.      Kandungan limbah cair tapioka

Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis industrinya. Industri tapioka menghasilkan limbah cair dari proses pencucian dan pengendapan yang mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak diolah dan seringkali merisaukan masyarakat karena limbah tersebut menghasilkan bau yang tidak sedap. Jumlah limbah cair tersebut dapat mencapai 8000 liter untuk satu ton pengolahan singkong dengan kandungan padatan tersuspensi 1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L.

Limbah industri tapioka mempunyai kandungan senyawa organik tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme, yaitu banyak mengandung pati terlarut, asam hidrosianat (HCN) yang mudah terurai menjadi sianida, nitrogen, fosfor dan senyawa organik.

Bahan organik lain yang terkandung antara lain seperti protein dan lemak. Protein dan lemak juga dapat mengalami proses fermentasi anaerob yang menghasilkan metana. Meskipun kandungan protein dan lemak lebih sedikit daripada karbohidrat, tetapi metana yang dihasilkan dari fermentasi protein dan lemak dapat menambah jumlah metana yang digunakan untuk biogas.

Kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah agroindustri seperti industri tapioka inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif  berupa biogas. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terdapat dalam slurry maka mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta semakin banyak bahan organik yang dapat diubah menjadi metana.

 

Kualitas limbah cair pati adalah sebagai berikut:

BOD (Biological Oxygen Demand) : 3000 - 7500 mg/l

COD (Chemical Oxygen Demand) : 7000 - 30000 mg/l

pH : 4.0 - 6.5

Padatan tersuspensi : 1500 -5000 mg/l

Secara teoritis limbah cair industri tapioka dapat menghasilkan 25-35 m3 gas metana setiap 1 ton ubi kayu yang diolah, namun hasil pengukuran di lapangan hasil tersebut baru mencapai 14,6-15,8 m3 metana atau 24,4 m3 biogas.

Industri tapioka menghasilkan tepung tapioka yang komponen utamanya adalah pati. Pada proses ekstraksi pati banyak menggunakan air menyebabkan produksi limbah cairnya banyak, dan mengandung 10 – 15 % partikel halus. Hal ini menyebabkan kadar BOD, COD, dan TSS sangat tinggi dengan pH asam, berupa suspensi putih yang segera berubah kehitaman akibat biodegradasi.

Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Air limbahnya bersifat mencemari karena di dalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung.

3.      Proses pengolahan limbah cair tapioka

Proses pembuatan tepung tapioka menghasilkan limbah yaitu limbah padat yang berupa onggok  ­dan limbah cair. Seringkali limbah cair hanya dibuang ke sungai sehingga mencemari perairan sungai. Padahal kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah agroindustri seperti industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif berupa biogas ataupun diolah lagi agar dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Pembuatan biogas dari limbah tapioka diharapkan bisa menjadi energi alternatif.

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.

Proses anaerob adalah proses biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi metana (biogas).

Secara umum, proses anaerob terdiri dari empat tahap yakni: hidrolisis, pembentukan asam, pembentukan asetat dan pembentukan metana. Pada tahap pertama bakteri hidrolisis akan membongkar molekul kompleks dari polimer organik tak larut semacam karbohidrat dari material bahan baku menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah diuraikan. Kemudian acidogenic bacteria (bakteri asam) akan mengubah molekul gula dan asam amino  menjadi karbondioksida (CO2), hydrogen (H2), dan amonia (NH3). Setelah itu acetogenic bacteria (bakteri asetat) akan mengubahnya menjadi asam asetat, ammonia (NH3), hydrogen (H2) dan karbondioksida (CO2).

Setelah bahan-bahan di atas terdapat dalam jumlah yang cukup, maka  methanogenic bacteria (bakteri pembentuk methane) akan bekerja mengubah bahan–bahan di atas menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).  

Pemanfaatan biogas oleh masyarakat masih sangat kurang. Biogas dari limbah cair tapioka sangat berpotensi untuk dikembangkan pada skala rumah tangga. Kecukupan energi pada masyarakat, terutama yang berada di sekitar Industri tapioka dan daerah terpencil (misalnya daerah transmigrasi) dapat diatasi dengan menggunakan biogas dari limbah cair industri tapioka yang murah, ramah lingkungan, mudah diperoleh dan dapat diperbaharui.

Pada proses pembuatan biogas ini digunakan beberapa instrumen, antara lain:

a.   Alat: Tong digester, selang penampung gas, termometer, pHmeter, bak besar, klep/kran, korek api, kompor gas.

b.   Bahan: Limbah cair tapioka dan kotoran sapi.

 

Untuk pelaksanaan pengembangan biogas limbah cair tapioka, perlu dilakukan beberapa tahapan, yakni pembuatan tong digester, pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak sapi potong, proses menghasilkan biogas, hingga pengujian biogas dengan nyala api.

clip_image001

a.       Pembuatan Tong Digester

Digester merupakan alat penghasil biogas yang dibuat dari bahan tong besi. Secara lengkap gambar instalasi pembuatan biogas yang akan digunakan dalam pembuatan biogas ini dapat dilihat pada gambar 1.

 

clip_image003

Gambar 1 : Instalasi Pembuatan Biogas (www.google.co.id)

Komponen pada digester sangat bervariasi, tergantung pada jenis yang akan digunakan.

b.      Pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak (sapi)

Kandungan bakteri dalam limbah cair tapioka sangat sedikit, oleh sebab itu dilakukan penambahan kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan perbandingan tertentu. Pencampuran keduanya bertujuan untuk menambah jumlah bakteri dalam limbah cair tapioka sehingga proses fermentasi anaerob berjalan lancar dan efektif. Kotoran sapi banyak mengandung bakteri fermentatif yang dapat menguraikan bahan-bahan organik.

c.       Penghasilan Biogas

Reaksi fermentasi anaerobik dalam tanki digester terjadi dalam beberapa tahap sesuai dengan jenis mikroba yang terlibat.  Berdasarkan cara kerjanya,  mikroba yang terlibat dapat dibedakan yaitu bakteri hidrolisis, bakteri penghasil asetat (acetogenic bacteria), bakteri penghasil asam (acidogenic bacteria) dan bakteri penghasil metana (methanogenic bacteria).

Pada tahap pertama bakteri hidrolisis akan membongkar molekul kompleks dari polimer organik tak larut seperti karbohidrat dari material bahan baku menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah diuraikan jenis bakteri yang lain. Kemudian acidogenic bacteria (bakteri asam) akan mengubah molekul gula dan asam amino  menjadi karbondioksida (CO2), hydrogen (H2), dan amonia (NH3). Setelah itu acetogenic bacteria (bakteri asetat) akan mengubahnya menjadi asam asetat, amonia, hidrogen dan karbondioksida. Setelah bahan-bahan di atas terdapat dalam jumlah yang cukup, maka  methanogenic bacteria (bakteri pembentuk methane) akan bekerja mengubah bahan–bahan di atas menjadi gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). 

Kelompok bakteri fermentatif adalah Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae. Bakteri fermentasi membutuhkan beberapa bahan gizi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu nutrisi atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil proses produksi metana. Sedangkan bakteri pembentuk asam antara lain Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak.

Kelompok bakteri asetogenik yaitu Desulfovibrio dan bakteri metanogenik antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus. Bakteri metanogenik dapat hidup dengan baik jika pH lingkungannya 6.5-7.7, sehingga untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan larutan yang bersifat basa seperti kapur (Ca(OH)2).

Suhu optimum untuk proses fermentasi metana adalah sekitar 37 hingga 40 ˚C, ini karena bakteri anaerobik yang bersifat mesofilik biasanya tumbuh pada suhu 20 hingga 45˚C. Jika suhunya melebihi 40˚C maka produksi metana akan menurun drastis. Biasanya setelah 2-3 minggu mulai terbentuk biogas yang dialirkan ke tempat penampungan biogas dengan menggunakan pralon. Dari tempat penampungan, biogas dialirkan ke kompor khusus dan bisa dimanfaatkan untuk memasak ataupun kebutuhan yang lain.

d.      Pengujian Biogas

Berdasarkan  penelitian kegiatan PKMP Universitas Negeri Malang, pemberian kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi limbah cair tapioka.  Pada perlakuan konsentrasi 5% dan 10% membutuhkan proses fermentasi selama 11 hari dan menghasilkan gas sebanyak 1,8 kg.  Pencampuran kotoran sapi ke dalam limbah cair tapioka dengan konsentrasi 5% dan 10% merupakan campuran yang lebih baik daripada konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30%. Pada perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih banyak dan waktu menyala api yang lebih lama karena tingkat kepekatan antara limbah cair tapioka dan pemberian kotoran sapi tepat, artinya campuran yang sesuai bagi mikroorganisme untuk melakukan fermentasi sehingga dihasilkan biogas. Hal ini menjelaskan bahwa pencampuran kotoran sapi dan air pada pembuatan biogas dari kotoran sapi berpengaruh terhadap penghasilan biogas. Campuran yang terlalu encer dan terlalu kental dapat mengganggu kerja mikroorganisme. Campuran yang baik antara kotoran sapi dan air adalah 7%-9% bahan padat.

Pada perlakuan penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas 0,9 kg, 1,2 kg, 1,4 kg, dan 1,6 kg. Perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih sedikit daripada perlakuan penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 5% dan 10%. Hal ini dikarenakan komposisi campuran antara kotoran sapi dan limbah cair tapioka kurang tepat. Walaupun jumlah gas yang dihasilkan pada perlakuan 5% dan 10% sama, namun untuk mencari keefektifitasannya, maka yang paling efektif adalah perlakuan konsentrasi terkecil yaitu 5%. Pada perlakuan ini hanya membutuhkan sedikit penambahan kotoran sapi dalam menghasilkan biogas.

Pengadukan juga perlu dilakukan selama proses fermentasi dalam digester untuk menghasilkan biogas. Tujuan dari pengadukan agar campuran bahan organik dan air dapat tercampur dengan homogen, sehingga mencegah lapisan kerak karena lapisan kerak dapat mencegah gas yang akan keluar dari digester. Lapisan kerak tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme yang erat hubungannya dengan produksi biogas. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang homogen dalam digester serta dapat meningkatkan produksi gas sebesar 10% - 15% dibandingkan dengan yang tidak diaduk.

Pada konsentrasi penambahan kotoran  sapi 5% dan 10% terdapat sedikit lapisan kerak tetapi gas dapat keluar dari digester dan perkembangan mikroorganisme tidak terlalu terhambat. Pada konsentrasi penambahan kotoran sapi 15%, 20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas yang lebih sedikit juga dikarenakan terdapat lapisan kerak yang tebal. Lapisan kerak yang tebal di permukaan atas slurry pada konsentrasi 15% hingga 30% menghambat keluarnya gas dari digester dan menghambat perkembangan mikroorganisme dalam penghasilan gas.

Perbedaan penghasil biogas dari limbah cair tapioka perlakuan antara penambahan kotoran sapi dengan yang tidak dilakukan pencampuran memiliki perbedaan. Pada perlakuan limbah cair tapioka tanpa penambahan limbah kotoran sapi menghasilkan jumlah gas paling sedikit dan lama menyala api yang singkat. Hal ini membuktikan bahwa di dalam limbah tapioka hanya terdapat lebih sedikit bakteri yang berperan dalam proses fermentasi daripada dengan penambahan kotoran sapi. Selain itu, limbah cair tapioka tanpa ditambah kotoran sapi mempunyai kandungan organic lebih sedikit daripada limbah cair tapioka  yang ditambah kotoran sapi. Pada limbah cair tapioka yang ditambah kotoran sapi mendapat tambahan bahan organik. Sisa pengolahan bahan organik dalam bentuk padat digunakan untuk kompos.

 

4.       Manfaat Biogas dari limbah tapioka

·         Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman apabila dipakai untuk keperluan rumah tangga.

·         Potensi pemanfaatan biogas terutama adalah untuk masyarakat pedesaan yang biasanya bergerak di bidang pertanian dan peternakan. Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan sebab memanfaatkan limbah peternakan dan pertanian.

·         Biogas memberikan efek pencegahan terhadap efek rumah kaca yang bermuara terhadap global warming melalui tiga cara :

1)      Biogas memberikan substitusi energi dari bahan bakar fosil (BBM) yang diperlukan untuk memasak dan penerangan.

2)      Gas metana yang dihasilkan oleh penguraian limbah dan smpah secara alami merupakan gas penyumbang terbesar efek rumah kaca dibandingkan CO2. Pembakaran metana pada biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah gas metana di atmosfer.

3)      CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran metana akan dikonsumsi oleh tanaman untuk diubahnya menjadi O2.

·         Menghasilkan pupuk organik sebagai hasil sampingan .

·         Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)

 

III.                 KESIMPULAN

a.       Tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari ketela pohon yang memiliki sifat-sifat fisik yang serupa dengan tepung sagu dan mengandung glukosa dan karbohidrat.

b.      Limbah industri tapioka mempunyai kandungan senyawa organik tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme, antara lain mengandung pati terlarut, asam hidrosianat (HCN), protein, dan lemak.

c.       Tahapan pembuatan biogas secara umum adalah pembuatan tong digester, pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak (sapi), dan penghasilan biogas dengan berbagai tahapan di dalamnya serta pengujian Biogas dengan nyala api.

d.      Pengolahan limbah cair tapioka dengan mengubahnya menjadi biogas dengan penambahan kotoran sapi mempunyai banyak manfaat

 

IV.                DAFTAR PUSTAKA

Departemen Biokimia IKAHIMKI. 2009. Alternatif Cara Membuat Digester Biogas. http://biokim.wordpress.com/2009/11/29/alternatif-cara-membuat-digester-biogas/ diakses pada tanggal 30 Maret 2010.

Jenie, Betty Sri Laksmi dan Winiati Pudji Rahayu. 1993. Penanganan    Limbah Industri Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Purnama, Chandra. 2008.  Penelitian Pembuatan Prototype Pengolah Limbah Menjadi Biogas, http://www.sttal.ac.id/index.php/lppm/64-biogas diakses pada tanggal 30 Maret 2010.

Tito Nur Afandi Dkk. 2008. Aplikasi Limbah Cair Tapioka Sebagai Sumber Energi Alternatif Berupa Biogas, http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/pkm/article/view/2149/0 diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

12 Komentar untuk "PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENJADI BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI"
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang. - Hapus

kak kirimkan artikel ini ya...
trimakasih................

bolehkan minta artikel nya..
bagus banget

artikel yg bagus buat tambahan ilmu kita semua

tlg kirim artikel ini ya tmksh

Saya izin minta dokumennya ya, ke arifrahman9962@gmail.com

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top