Translate

PEMBELAJARAN INOVATIF BERBASIS DEEP DIALOGUE

Secara sederhana, dialog adalah percakapan antara orang-orang dan melalui dialog tersebut, dua masyarakat/kelompok atau lebih yang memiliki pandangan berbeda-beda bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-orang tadi (dialog) hams diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan (GUI, 2001).

Sedangkan critical thinking (berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakan secara benar.

Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas yang tinggi. Dengan demikian, deep dialogue/critical thinking mengandung nilai-nilai demokrasi dan etis sehingga keduanya seharusnya dimiliki oleh manusia.

Sebagai pendekatan pembelajaran, pada dasarnya Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya (GDI, 2001). Oleh karena itu, Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bisa menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti Multiple Intelligences,

Belajar Aktif. Keterampilan Proses ataupun Partnership Learning Method, sebagairnana yang dikembangkan oleh Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif.

Fokus kajian pendekatan DD/CT datum pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual.

Untuk keperluan pendekatan pembelajaran, Global Dialogue Institute (2001) mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD/CT, yaitu:
(1) peserta didik dan dosen nampak aktif;
(2) mengoptimalisasikan potensi inteligensi peserta didik;
(3) berfokus pada mental, emosional dan spiritual;
(4) menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis;
(5) peserta didik dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; (6) dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari;
(7) lebih menekankan pada nilai; sikap dan kepribadian.

Proses belajar-mengajar adalah proses dialog. Sebagai proses dialog, praktik pembelajaran memerlukan prasyarat kesiapan fisik dan mental pelaku penyampai pesan dan penerima pesan pembelajaran. Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses paham konstruksi dengan menekankan dialog mendalam dan berpikir kritis.

Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang diharapkan mampu disamping mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaanperbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan kemungkinan untuk memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai dimensinya.

Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasamya mendudukkan jabatan seseorang pada posisi yang sejajar. Penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan kegiatan berpikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis, membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.

Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang di samping mampu mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog mendalani/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaanperbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai dimensinya.

Sebagai suatu inovasi pembelajaran DD/CT, diharapkan mampu memberdayakan dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dan basil belajar dapat terus ditingkatkan. Menurut M. Rogers (1995), merinci adanya lima aspek inovasi yang dapat diterima oleh adopter, adalah sebagai berikut:
(1) Relative advantage atau keuntungan relatif, adalah tindakan dimana suatu ide barn dianggap lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya;
(2) Compatibility, adalah sejauh mana suatu inovasi pendidikan dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima inovasi;
(3) Complexity, adalah tingkat dimana oleh pelaksana pendidikan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dipahami oleh beberapa guru, sedangkan guru lainnya tidak. Kerumitan inovasi pendidikan berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya;
(4) Trialibility, adalah suatu tingkat dimana sebuah inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu;
(5) Observability, adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

Pembelajaran berbasis Deep dialogue/critical thinking memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut:
a. Deep dialogue/critical thinking dapat digunakan melatih peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional. Sehingga peserta didik dapat membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar.
b. Deep dialogue/critical thinking merupakan pendekatan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai metode yang telah ada dan dipergunakan oleh dosen selama ini;
c. Deep dialogue/critical thinking merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan hal yang inherent dalam kehidupan peserta didik, oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran berbasis DD/CT selalu berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan peserta didik mengerti dan memahami manfaat dan isi pembelajaran;
d. Deep dialogue/critical thinking menekankan pada nilai, sikap, kepribadian, mental emosional dan spiritual sehingga peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bergairah;
e. Melalui pembelajaran berbasis deep dialogue/critical thinking, baik dosen maupun peserta didik akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman, karena dengan dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah intelektual, fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang.
f. Hubungan antara dosen dan peserta didik akan terhina secara dialogis kritis, sebab pembelajaran berbasis DD/CT membiasakan dosen dan peserta didik untuk Baling membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.

Agar deep dialogue/critical thinking dapat diimplementasikan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan kaidah-kaidah DD/CT sebagai berikut:
a. Pertama, keterbukaan, langkah awal untuk melakukan dialog mendalam dan berpikir kritis individu juga membuka dan terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka dalam did akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan persepsi. Pemahaman realitas dan bertindak secara tepat merupakan hasil berpikir kritis. Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita dapat belajar, berubah dan berkembang dalam rangka meningkatkan berpikir kritis. Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua isi yakni dalam masyarakat (intern) dan antara masyarakat dengan masyarakat lainnya (antar). Hal ini dilakukan mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara, belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog, sehingga perubahan yang terjadi pada masing-masing pihak merupakan basil berpikir kritisnya sendiri (self critical thinking).
2. Kedua, bersikap jujur dan penult kepercayaan diperlukan dalam deep dialogue/critical thinking, sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus. Artinya masing-masing mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir kritis secara apa adanya, serta saling percaya diantara mereka.
3. Ketiga, kerjasama. Untuk menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal adalah mencari kesamaan dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan tnemberi satu dasar berpijak yang sama. Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat dihadapi bersama atau mencari solusinya.
4. Keempat, menjunjung nilai-nilai moral, deep dialogue/critical thinking terjadi manakala masing-masing pihak yang berdialog menjunjung final nilai-nilai moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk berdialog, pemahaman mereka.
5. Kelima, saling mengakui keunggulan, deep dialogue/critical thinking akan terjadi manakala masing-masing pihak menghadirkan bath. Want berdialog hams menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati, masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog secara baik.
6. Keenam, membangun empati. Jangan menilai sebelum meneliti, merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun deep dialogue/critical thinking. Kita jauhkan prasangka, bandingkan secara adil dalam berdialog sedapat mungkin kita tidak menduga-duga tentang hal yang disetujui dan hal yang akan ditentang. Membangun empati dalam dialog mendalam pihak-pihak yang berdialog dapat menyetujui dengan tetap menjaga integritas diri mitra dialog.

DD/CT dapat meningkatkan interaksi multi arah, yakni interaksi antar peserta didikdosen. Kondisi ini sesuai dengan prinsip dasar pendekatan DD/CT yang memiliki garapan dalam pembelajaran bahwa peserta didik mendapat pengetahuan dan pengalaman melalui dialog mendalam dan berpikir kritis.

Oleh karenanya salah satu ciri pembelajaran DD/CT adalah dosen dan peserta didik dapat menjadi pendengar, pembicara dan peneliti, pemikir yang baik. Interaksi antara dosenpeserta didik antara lain dapat menciptakan pembelajaran yang produktif, ketika menggali informasi untuk menemukan konsep, juga ketiga mengecek pemahaman peserta didik, mengetahui sejauhmana keingintahuan peserta didik (misalnya dengan merahasiakan gambar, membuat permainan untuk membangun komunitas).

Dalam diskusi kelompok dan presentasi unjuk kerja, kegiatan bertanya dan menjawab telah mendorong interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, antara peserta didik dengan dosen, antara dosen dengan peserta didik. Bahkan kalau mungkin antara peserta didik dengan narasumber yang bukan berasal dari kampus, misalnya pakar hukum, tokoh partai dan pelaku sejarah dan museum dan sebagainya. Interaksi yang terjadi secara intensif ketika mereka berdiskusi.

Pengembangan pembelajaran berbasis DD/CT yang diimplementasikan dalam proses belajar mengajar dijalankan secara tahap demi tahap sebagaimana proses belajar mengajar pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1997) yakni:
a. Tahap pra intruksional
Tahap pra intruksional merupakan tahap awal yang ditempuh pada saat memulai proses pembelajaran, antara lain melalui kegiatan:
• Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari pelajaran yang sudah dibelajarkan.
• Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang telah dibelajarkan.
• Mengulang secara singkat semua aspek yang telah dibelajarkan.
b. Tahap intruksional
Tahap intruksional merupakan tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan pembelajaran yakni:
• Materi, tugas dan contoh-contoh
• Penggunaan alat Bantu untuk memperjelas perolehan belajar
• Serta menyimpulkan hasil pembelajaran
c. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi dan tindak lanjut adalah tahap yang dipelukan untuk mengetahui keberhasilan tahap intruksional.

Model Pembelajaran dengan Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) merupakan model pembelajaran yang membantu dosen/guru untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi mahasiswa/peserta didik. Dalam pendekatan ini pembelajaran sedapat mungkin mengurangi pengajaran yang terpusat pada dosen (teacher centered) dan sebanyak mungkin pengajaran yang terpusat dan peserta didik (student centered), namun demikian dosen hams tetap memantau dan mengarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan landasan filosofi konstruktivisme, DD/CT “dicita-citakan” menjadi sebuah pendekatan pembelajaran alternatif, dimana melalui DD/CT diharapkan mahasiswa/peserta didik belajar melalui “mengalami, merupakan, mendialogkan” bukan hanya “menghafalkan”.

Hal ini sesuai dengan pandangan Gross (2000) bahwa dengan mengalami sendiri, merasakan, mendialogkan dengan orang lain. Maka pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan sesuatu yang barn akan mengendap dalam pikiran peserta didik dalam jangka panjang yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk bekal peserta didik dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya, dan mengembangkan kecakapan hidupnya (life).

Penyusunan rancangan pembelajaran berbasis DD/CT dilakukan melalui empat tahapan utama yaitu:
• Mengembangkan komunitas (community building)
• Analisis isi (content analysis)
• Analisis latar cultural (cultural selling analysis)
• Pengoreanisasian mated (content organizing)

1. Pertama, membangun komunitas belajar. Tahap ini merupakan bagian refleksidiri dosen terhadap dunia peserta didiknya. Pandangan dunia dosen tentang kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya menjadi bagian yang berguna dalam menyusun rancangan pembelajarannya yang bernuansa dialog mendalam dan berpikir kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman dosen dan pengalaman peserta didiknya, kelas belajar, dan sebagainya.
2. Kedua, analisis isi. Proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan materi pembelajaran. Proses ini dapat ditempuh dengan herpedoman atau menggunakan rambu- rambu materi yang terdapat dalam kurikulum/deskripsi mata kuliah, yang antara lain standar minimal, urutan (sequence) dalam keluasan (scope) mated, kompetensi dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang dikembangkan.
3. Ketiga, analisis latar yang dikembangkan dan latar kultural dan siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan (lokal, regional, nasional dan global) dan konsep manusia beserta aktifitasnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
4. Keempat, pengorganisasian materi. Dengan pendekatan DD/CT dilakukan dengan memperhatikan prinsip “4 W dan I H”, yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana). Dalam rancangan pembelajaran, keempat prinsip ini.
harus diwamai oleh ciriciri pembelajaran dengan Deep Dialogue/Critical Thinking dalam menuju pelakonan (experience) nilai-nilai moral dan Critical Thinking dalam upaya pencapaian/pemahaman konsep (concept attainment) dan pengembangan konsep(concept development).

Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk ber- DD/CT. Lima komponen atau tahap yang terdapat dalam model pembelajaran dengan pendekatan DD/CT yakni hefting, membangun komunitas, kegiatan inti dengan strategi konsep (Concept Attainment) dan Cooperative Learning, refleksi dan evaluasi.

Demikian juga kegiatan penemuan konsep dan cooperative learning, telah dapat menciptakan kebersamaan, dan dialog mendalam tentang segala hal yang diterima mahasiswa/peserta didik, kegiatan ini juga merangsang daya kritis mahasiswa/peserta didik dalam menangkap permasalahan, mencari solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan bantuan orang lain, dan mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Idealnya penilaian hasil belajar harus dapat dilakukan dengan banyak cara, meskipun di lapangan masih ditemukan banyak kesulitan untuk melaksanakannya terutama untuk penilaian dimensi nilai-nilai. Ini menjadi tantangan bagi pengembang pembelajaran dengan DD/CT untuk mengembangkan model penilaian yang dapat membantu dosen lebih obyektif memberi penilaian hasil belajar peserta didiknya.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pendekatan DD/CT akan mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar peseta didik. Keadaan ini tidak terlepas dari gaya mengajar dosen yang harus berubah dari gaya mengajar konvensional yakni yang hanya dengan ceramah bervariasi berubah ke gaya mengajar konstruktivism yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode (multimethods) multi media (multi media).

0 Komentar untuk "PEMBELAJARAN INOVATIF BERBASIS DEEP DIALOGUE"

Berkomentarlah dengan baik dan sopan, saya akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan dan menanggapi setiap komentar yang anda berikan, :)

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya :)

Back To Top